REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mengingatkan agar hasil quick count atau hitung cepat jangan dijadikan landasan kemenangan pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Apalagi jika ada yang berupaya menggiringnya menuju pemenangan dalam satu putaran.
Quick count dari lembaga survei ditegaskannya jangan sampai menimbulkan persepsi yang menyesatkan. Pasalnya, penyesatan itu sangat berbahaya bagi demokrasi dan bisa mencederai kedaulatan rakyat dalam menentukan calon pemimpinnya.
"Jadi jangan menimbulkan persepsi yang menyesatkan, karena sangat berbahaya untuk demokrasi dan bisa mencederai kedaulatan rakyat yang menentukan siapa calon pemimpinnya," ujar Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Media Center TPN Ganjar-Mahfud.
Tegasnya, hasil hitung cepat tersebut bukanlah hasil resmi pemilihan umum (Pemilu) 2024. Karena hasil penghitungan finalnya adalah penghitungan manual yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), satu bulan setelah pelaksanaan pemungutan suara.
Ia menambahkan, sejauh ini ada kegelisahan dan keresahan di ruang publik karena ada pertanyaan mengenai kredibilitas lembaga survei. Sebab hasilnya banyak yang tidak mencerminkan output dari hasil sebenarnya dari pencoblosan itu sendiri.
"Pertanyaannya, apakah quick count itu fair atau tidak, apakah quick count itu imparsial atau tidak, apakah quick count itu bebas atau tidak, ini menjadi pertanyaan yang muncul setiap pelaksanaan pilpres," ujar Todung.
"Banyak sekali pemberitaan di media yang menyatakan paslon 02 targetnya itu satu putaran. Boleh saja, tapi quick count tidak bisa menjustifikasi itu. Karena hasil resmi baru diumumkan satu bulan setelah hari pemungutan suara, dan melalui proses penghitungan manual," sambungnya.