REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tepat pada hari ini adalah tanggal 14 bulan Syaban 1445 H. Di malam pertengahan bulan Syaban ini, masyarakat Muslim mengisinya dengan berbagai amal ibadah. Namun apa sebetulnya yang membuat bulan Syaban ini memiliki keutamaan besar dalam Islam?
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda menjelaskan, Syakban secara bahasa berasal dari kata 'Syakbun' yang berarti akar. Akar itu sifatnya berserabut, berserakan, dan tidak menyatu. Syakbun juga berarti kaum atau bangsa.
"Kemudian kata Syakban ini dijadikan nama bulan ke delapan dalam kalender hijriah yang jatuh sesudah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan," kata dia dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Sabtu (24/2/2024).
Kiai Miftah juga menyampaikan beberapa hal yang menjadi faktor bulan ini dinamai Syakban. Pertama, orang-orang biasanya berserakan di Syakban untuk melakukan penggerebekan dan perkelahian setelah mereka selama bulan Rajab dilarang melakukan pertumpahan darah. Bulan Rajab bagi orang Arab adalah bulan suci di mana konflik kekerasan tidak diizinkan di bulan ini (asyhuru al-hurum).
Kedua, orang-orang biasa menyebar di bulan Syakban untuk mencari air. Ketiga, Tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan munculnya cabang-cabang di bulan ini. Jadinya tanaman tersebut bercabang-cabang. Keempat, dinamai Syakban karena muncul di antara bulan Rajab dan Ramadhan.
Kelima, yaitu waktu berkumpul, karena di dalam bulan Syakban berkumpul kebaikan yang banyak sekali seperti bulan Ramadhan, baik yang berdimensi ritual keagamaan maupun sosial. Sehingga orang Arab banyak yang menamainya dengan Syakban.
Kiai Miftah juga menguraikan, dalam sejarah kenabian, pada bulan Syakban tercatat ada peristiwa penting yaitu perintah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya untuk mengubah arah kiblat dalam shalat dari arah Masjid al-Aqsha di Kota Quds ke arah Ka’bah di Kota Makkah.
Peristiwa tersebut terjadi pada saat shalat Dzuhur di tanggal 17 Syakban tahun 8 setelah Hijrah. Peristiwa pengalihan arah kiblat ini mengandung hikmah ilahiyah yaitu Allah ingin menampakkan kepada Nabi Muhammad SAW mana orang-orang yang benar-benar beriman pada ajaran yang dibawa oleh nabi, dan mana orang-orang yang ingkar kepadanya.
"Bulan Syakban mempunyai keistimewaan. Di antaranya, pertama, pada bulan ini amal perbuatan manusia kepada Allah SWT dicatat dan dilaporkan kepada Allah SWT," jelasnya.
Adapun dalam hadits riwayat Imam Nasa'i, dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah bulan di mana manusia melalaikannya (dari amal sholeh). Ia adalah bulan antara bulan Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan di mana amal-amal akan diangkat kepada Tuhan alam semesta. Dan aku senang amalanku diangkat ketika aku berpuasa." (HR An-Nasai dan Abu Dawud)
Kiai Miftah menjelaskan, hadits tersebut secara tidak langsung mengisyaratkan untuk senantiasa memperbanyak amal dan perbuatan baik yang tidak terbatas dengan amal puasa, sholat sunnah, berzikir, membaca shalawat, maupun amal-amal sosial, seperti memperbanyak infak, sedekah, hadiah, dan lain-lain.
"Kalau pun kita tidak mampu untuk memperbanyak amal perbuatan yang baik, maka setidaknya kita mencegah untuk tidak berbuat durhaka kepada Allah SWT dengan tidak meninggalkan hal yang wajib, tidak menyakiti orang lain dengan tindakan fisik, ucapan, ujaran kebencian, mengadu domba, fitnah atau yang lainnya baik secara langsung maupun lewat media sosial," paparnya.
Adapun pada malam pertengahan bulan Syakban (malam Nisfu Syaban), lanjut Kiai Miftah, dosa-dosa manusia diampuni oleh Allah SWT, kecuali dosa-dosa orang musyrik dan orang-orang yang bermusuhan. "Guru-guru kita mengajarkan kita untuk menjalankan ritual doa bersama pada malam ini dengan harapan agar catatan amal baik kita diterima Allah dan amal buruk diampuni oleh-Nya," katanya.
Berikut ini hadits tentang malam Nisfu Syaban yang diriwayatkan dari Siti Aisyah RA:
عن أم المؤمنين عائشة - رضي الله عنها - قالت: " قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ يُصَلِّي فَأَطَالَ السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ ذَلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ، فَرَجَعْتُ، فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُودِ، وَفَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ، قَالَ: " يَا عَائِشَةُ أَوْ يَا حُمَيْرَاءُ ظَنَنْتِ أَنَّ النَّبِيَّ خَاسَ بِكِ؟ "، قُلْتُ: لَا وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ قُبِضْتَ لِطُولِ سُجُودِكَ، فَقَالَ: " أَتَدْرِينَ أَيَّ لَيْلَةٍ هَذِهِ؟ "، قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: "هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطْلُعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِينَ، وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِينَ، وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ "
Dari Aisyah RA, dia berkata, "Rasulullah SAW bangun pada suatu malam mendirikan sholat dan sungguh lama sujudnya sehingga aku menyangka beliau telah wafat. Melihat itu, aku bangun untuk menggerakkan ibu jari beliau, dan bergerak. Kemudian aku kembali."
Setelah Rasulullah mengangkat kepala dari sujudnya dan selesai sholat, beliau bertanya, "Wahai Humaira (Aisyah), apakah engkau menyangka Nabi telah mengkhianatimu?"
Lalu Aisyah menjawab, "Tidak, demi Allah Ya Rasulullah. Akan tetapi aku menyangka engkau telah tiada karena terlalu lama sujud." Kemudian Rasulullah bertanya, "Tahukah kamu, malam apa ini?" Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."
Rasulullah SAW bersabda, "Malam ini adalah malam Nisfu Sya'ban. Sesungguhnya Allah SWT melihat kepada hamba-hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban dan memberi ampunan kepada mereka yang memohon ampunan, memberi rahmat kepada mereka yang meminta rahmat dan mengakhirkan mereka yang menyimpan dendam." (HR Al Baihaqi dalam Syu'ab Al Iman)
Hadits lain juga memberitahukan ihwal keutamaan malam Nisfu Syaban. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:
«إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها؛ فإن الله ينزل فيها لغروب الشمس إلى السماء الدنيا، فيقول: ألا من مستغفر فأغفر له، ألا مسترزق فأرزقه، ألا مبتلى فأعافيه، ألا كذا، ألا كذا، حتى يطلع الفجر»
"Jika (datang) malam Nishfu Syaban, maka sholatlah pada malam harinya dan berpuasa pada siangnya. Karena sesungguhnya Allah turun pada saat menjelang terbenam matahari ke langit yang paling terdekat. Lalu Allah menyeru, 'Siapa orang yang beristighfar kepada-Ku maka akan Aku ampuni. Siapa yang meminta rezeki, maka Aku akan memberikan rezeki. Siapa yang sakit, maka akan Aku sembuhkan! Siapa yang begini, siapa yang begini… dan seterusnya, hingga terbit fajar.'" (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)
Dengan demikian, Kiai Miftah menyampaikan, sejatinya bulan Syaban seolah menjadi pintu gerbang yang mengingatkan setiap Muslim untuk mempersiapkan diri dan membawa bekal persiapan yang cukup untuk menghadapi dan memasuki suasana serta kondisi baru. Agar tidak kaget saat memasuki bulan Ramadhan, Rasulullah SAW telah memberi contoh dengan melakukan latihan dan peningkatan ibadah selama bulan Syaban.
"Semoga kita dapat memaksimalkan keutamaan dan keistimewaan bulan Syaban sebagai pemanasan menuju bulan suci Ramadhan. Mari kita berusaha untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas ibadah kita, serta berpuasa sebagai persiapan menghadapi bulan yang penuh berkah dan ampunan," tuturnya.