Kamis 29 Feb 2024 23:39 WIB

Kerusakan Otak Permanen Bisa Dicegah dengan Golden Hour, Apa Itu?

Pada golden hour, dokter bisa melakukan penyedotan pada sumbatan tersebut.

Red: Qommarria Rostanti
Penyumbatan otak (ilustrasi). Masyarakat dinilai dapat mengurangi dampak kerusakan otak permanen akibat pembengkakan pembuluh darah tersumbat dengan memanfaatkan golden hour.
Foto: Dok. ww.freepik.com
Penyumbatan otak (ilustrasi). Masyarakat dinilai dapat mengurangi dampak kerusakan otak permanen akibat pembengkakan pembuluh darah tersumbat dengan memanfaatkan golden hour.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat dinilai dapat mengurangi dampak kerusakan otak permanen akibat pembengkakan pembuluh darah tersumbat dengan memanfaatkan golden hour. Dokter spesialis radiologi lulusan Universitas Hasanuddin dr Kevin Julius Tanady, Sp.Rad, Subsp.RI (K) mengatakan, golden hour atau jam emas yaitu sekitar enam jam sejak pertama keluhan.

"Dokter rumah sakit bisa melakukan penyedotan pada sumbatan tersebut," kata Kevin kepada wartawan di rumah sakit kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (29/2/2024).

Baca Juga

Ketika enam jam itu terlewat, menarik sumbatan pada pembuluh darah sudah sia-sia. Bahkan untuk waktu yang sudah lama, sumbatan itu biasanya agak mengeras dan menempel ke jaringan pembuluh darah sekitarnya. "Kalau kami paksa, ada risiko robek yang itu mengakibatkan pendarahan," kata Kevin.

Karena itu, masyarakat perlu disosialisasikan gejala-gejala penyakit berkenaan dengan penyempitan pembuluh darah agar bisa menyegerakan dibawa ke rumah sakit saat gejala timbul. Pembengkakan pada pembuluh darah, istilah kedokteran menyebutnya aneurisma, umumnya berupa sebentuk kantong pada pembuluh darah yang tersumbat pada fase awal gejala.

Dokter subspesialis radiologi intervensi dapat mengempiskan kantong tersebut dengan cara menjepit pangkal dari pembengkakan atau aneurisma tanpa membuat sayatan yang lebar di kepala. "Jadi tidak dibuka kepalanya, tidak. Kami hanya memasukkan selang, dan kami keluarkan sejenis kawat halus yang tipis untuk menutupi aneurisma tersebut sehingga meminimalkan kemungkinannya untuk pecah," kata Kevin.

Sayatan berukuran kurang lebih tiga milimeter yang biasanya dibuat pada pangkal paha sebagai celah memasukkan selang kecil (kateter). Dengan sayatan minimal, maka nyeri yang dikeluhkan pasien akan terasa lebih kecil dan pasien bisa langsung beraktivitas kembali dalam waktu yang singkat.

"Kalau aneurisma yang lebar, kami memasang stent (selang dari jala-jala yang terbuat dari besi) untuk menutupi lubang di dinding pembuluh darah sehingga aliran darah mengalir ke arah yang benar, tidak masuk kembali ke dalam kantong aneurismanya," ujar Kevin.

Gejala yang perlu diperhatikan agar golden hour tidak sampai terlewat antara lain:

-Jika pembengkakan (aneurisma) tapi kantong belum pecah, gejalanya berupa nyeri kepala berulang, nyeri mata dan gangguan penglihatan.

-Jika kantong pembengkakan itu pecah, gejala awal yang dirasakan berupa nyeri kepala yang sangat hebat, leher kaku, dan penurunan kesadaran.

-Kemudian pada penyakit stroke yang disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah (istemik), gejalanya berupa kelemahan pada lengan atau kaki, bicara pelo, salah satu bagian wajah menjadi lebih turun, gangguan bicara atau sulit memahami perkataan orang, linglung atau pusing serta sakit kepala yang berat, gangguan penglihatan dan gangguan keseimbangan.

-Selanjutnya, gejala kelainan dinding pembuluh darah, hubungan tidak normal antara pembuluh darah arteri dan vena, serta gangguan pembuluh darah lainnya berupa kejang, nyeri kepala pada lokasi yang bermasalah, rasa kebas pada tangan atau kaki, gangguan penglihatan, gangguan bicara, gangguan keseimbangan dan gangguan pemahaman atau penurunan fungsi kognitif.

Pemeriksaan vaskular sudah dapat dilayani laboratorium kateter (Cath Lab) di mana Kevin berpraktik yaitu Rumah Sakit Royal Progress, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Layanan termutakhir di RSRP yaitu Digital Subtraction Angiography (DSA) yang dipandang memiliki visualisasi vaskular lebih akurat dari pencitraan resonansi magnetik (MRI) atau pemindaian tomografi terkomputasi (CT-Scan).

Dalam berbagai literatur kedokteran, kata Kevin, DSA masih dianggap sebagai standar emas atau gold standard dalam pencitraan vaskular. Saat publik menjalani DSA dengan tujuan diagnostik, tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan pula tindakan intervensi terapeutik selama prosedur diagnostik berlangsung. Dokter spesialis radiologi, subspesialis radiologi intervensi, dapat melakukan tindakan invasif pada pembuluh darah yang abnormal dengan cara memasukkan obat, alat, maupun implan pada pembuluh yang dituju. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement