REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono mengatakan, Indonesia saat ini tengah memasuki era baru perwakafan. Pasalnya, lanjut Imam, wakaf mulai masuk dalam ke dalam ekosistem ekonomi mainstream.
"Kita lihat pada pilpres tahun ini, kata wakaf sudah masuk ke dalam visi dan misi para kandidat. Kalau sebelumnya kan dibungkus ke ekonomi syariah atau ziswaf," ujar Imam dalam Seminar Indonesia Waqf Outlook 2024 bertajuk "Perwakafan sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan: Tantangan dan Peluang di era 2024" di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (1/3/2024).
Imam menyampaikan, komponen wakaf pun mulai meluas dan masuk dalam sejumlah kebijakan pemerintah, termasuk program wakaf rumah susun pada Kementerian PUPR. Dengan demikian, aset tersebut dapat menjadi jaminan bagi perbankan.
"Di luar negeri, sudah terbiasa antara tanah dan bangunan itu terpisah, jadi tidak ada isu aset wakaf karena yang diikat itu aset komersial di atasnya (tanah). Saya punya keyakinan tunggu ke depan tidak hanya rumah susun tapi yang punya tanah wakaf mau bangun rumah sakit," ucap Imam.
BWI, lanjut Imam, juga melihat fenomena sosial bahwa wakaf mulai menjadi tren bagi masyarakat. Imam menyebut adanya sejumlah kampanye literasi wakaf seperti gerakan wakaf ASN, mahasiswa, hingga calon pengantin.
"Sebelumnya, wakaf kerap identik dengan orang-orang tua, sekarang mulai ada tren gerakan wakaf dari anak muda," lanjut Imam.
Imam optimistis kontribusi wakaf akan semakin besar bagi ekonomi bangsa seiring peningkatan teknologi dan juga literasi. Imam berharap regulasi juga dapat terus menyesuaikan dengan perkembangan agar penetrasi wakaf bisa semakin cepat.
"Wakaf sayang ini momentumnya lagi bagus, kalau dipadamkan dengan salah membuat kebijakan," ungkap Imam.
Berdasarkan data, Imam menyebut, indeks wakaf nasional pada 2020-2021 masih dalam kategori kurang. Namun, indeks perlahan membaik pada 2022 dengan status cukup dan baik pada 2023.
"Tantangannya, tanah wakaf baru 54 ribu hektare atau 0,003 persen dari luas daratan Indonesia. 92 persen baru untuk 3 M, masjid, mushala, dan makam," lanjut Imam.
Imam mengatakan baru satu persen nazir dari 400 ribu yang memiliki sertifikasi. Imam mendorong adanya sistem sertifikasi yang baru guna menggenjot jumlah nazir dalam waktu yang lebih singkat.
"PR kita tentu dari tingkat literasi, inovasi kelembagaan, program yang sistematis. Outlook ke depan kita coba masukan wakaf ke instrumen ekonomi agar bisa semakin kuat," kata Imam.