Jumat 01 Mar 2024 18:17 WIB

Potensi Besar Tapi Belum Optimal, Wakaf Butuh Terobosan

Imam menyampaikan jumlah wakaf uang tercatat Rp 2,23 triliun.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Suasana seminar Indonesia Waqf Outlook 2024.
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsi
Suasana seminar Indonesia Waqf Outlook 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemahaman masyarakat tentang peran perwakafan dalam pembangunan nasional merupakan hal yang krusial. Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono mengatakan potensi wakaf di Indonesia sangat besar.

"Kementerian Agama mencatat tidak kurang dari 57,236 hektare tanah yang telah berstatus wakaf, dengan pemanfatan terbesar masih berorientasi pada kemanfaatan sosial yakni masjid, mushala, dan makam," ujar Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono dalam seminar Indonesia Waqf Outlook 2024 bertajuk "Perwakafan sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan: Tantangan dan Peluang di era 2024" di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (1/3/2024).

Baca Juga

Imam menyampaikan jumlah wakaf uang tercatat Rp 2,23 triliun, yang mana Rp 840 miliar di antaranya dalam bentuk instrument Cash Wakaf Linked Sukuk. Imam menilai jumlah ini masih jauh dari potensinya.

BWI mencatat potensi wakaf uang maupun melalui uang dapat mencapai Rp 180 triliun. Sayangnya, lanjut Imam, angka-angka tersebut masih berupa hitungan di atas kertas.

"Apabila pemanfaatan wakaf ini dapat diarahkan pada pengembangan aset produktif dan komersial, diyakini peran aset wakaf dapat melahirkan efek berganda ekonomi yang lebih tinggi guna mensejahterakan masyarakat," ucap Imam.

Imam menyampaikan Indonesia kini memasuki era baru perwakafan mengingat upaya pemerintah memasukkan wakaf ke dalam arus utama (mainstream) sistem perekonomian. Hal ini antara lain ditandai masuknya wakaf dalam visi dan misi seluruh capres dan cawapres, serta adanya  produk hukum seperti UUP2SK yang membolehkan Bank Syariah sebagai nazir wakaf uang. 

Begitu pula dengan inovasi-inovasi instrumen keuangan seperti Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), Cash Waqf Linked Deposit (CWLD), Sukuk Linked Wakaf, serta Wakaf Manfaat Asuransi. Namun demikian, Imam menilai instrumen wakaf saja tidak cukup.

"Perlu pendekatan yang lebih sistematis berupa inovasi kelembagaan seperti penciptaan Lembaga Penjaminan Pembiayaan Aset Wakaf, Surat Kepemilikan Gedung di atas tanah wakaf hingga amandemen UU Wakaf agar lebih progresif, modern dan adaptif, khususnya terhadap perkembangan digitalisasi," kata Imam.

Di tempat yang sama, Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia (BI) Rifki Ismail mengatakan penguatan sistem keuangan syariah yang di dalamnya terdapat sistem keuangan sosial menjadi sebuah keharusan. Faktor itu akan menjadi kunci dalam mewujudkan Indonesia menjadi pusat industri halal dunia.

"Sudah sewajarnya wakaf dikembangkan melalui strategi pengembangan model bisnis moderen, penguatan kompetensi dan literasi serta pengembangan digitalisasi guna meningkatkan mobilisasi dana, serta efisiensi dan efektivitas penyaluran manfaatnya," kata Rifki.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement