REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengaku tak setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta diubahnya ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen. Menurutnya, revisi tersebut hanya akan menimbulkan masalah baru.
"Kita punya semangat untuk melakukan penyederhanaan parpol. Penyederhanaan parpol ini penting supaya partisipasi dan pilihan publik kita, tidak tersebar, dan berserak," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Syaiful Huda lewat keterangannya, Senin (4/3/2024).
PKB ingin pemilihan umum (Pemilu) ke depan semakin berorientasi pada agenda-agenda yang sifatnya strategis dan ideologis. Kalau tidak ada penyederhanaan partai, PKB memandang pragmatisme politik akan terus membayangi setiap kali kontestasi.
Di samping itu, ia menilai ambang batas parlemen sebesar 4 persen tak sia-sia selama implementasinya. Sebab seluruh partai politik terakomodasi dan yang tak lolos ke DPR tetap dapat menyuarakan aspirasinya di DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
"Putusan ini menunjukkan sikap MK yang tidak konsisten. Saat presidential threshold dibatasi, PT kemudian direvisi, revisi PT 4 persen ini juga berlaku pada Pemilu 2029 setelah direvisi," ujar Huda.
"Kalau ingin kita menguatkan sistem presidensial, harus ada parliamentary threshold itu. Begitu parliamentary threshold ini dilanggar, artinya kita melemahkan sistem presidensial kita. Sistem presidensial kita itu kalau mau kuat harus ada pembatasan parliamentary threshold," sambung Ketua Komisi X DPR itu.
Diketahui, MK memberi lima poin panduan bagi pembentuk undang-undang dalam menyusun ambang batas parlemen yang baru untuk diberlakukan pada Pemilu 2029 dan seterusnya. Pada Kamis (29/2/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perludem terkait ambang batas parlemen 4 persen yang diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada poin pertama, MK menyatakan ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
"(3) Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; (4) perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” urai MK.
Adapun poin kelima adalah perubahan ambang batas parlemen melibatkan semua kalangan yang memperhatikan penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.