REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG --Ahli hadis, As-Samarqandi dalam bukunya "200 Motivasi Nabi & Kisah Inspiratif Pembangun Jiwa" mengungkapkan tentang bahaya menggunjing. Dalam sebuah hadis, Anak bin Malik berkata, Rasulullah bersabda, "Ketika aku dimikrajkan, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang menggaruk-garuk wajah mereka. Aku bertanya, 'Siapakah mereka, wahai Jibril?' Ia menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang memakan daging sesama manusia dan menodai kehormatan mereka." (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Dan As-Samarqandi mengatakan menggunjing dalam hati juga dilarang. Menurutnya menggunjing dalam hati termasuk ghibah.
Al-Junaid berkata, "Suatu hari aku duduk di masjid menunggu jenazah untuk disholatkan. Tiba-tiba aku melihat seorang fakir meminta-minta. Aku berkata dalam hati, 'Andai kata ia mau bekerja, niscaya ia lebih baik. Menjelang tidur, biasanya aku membaca wirid, doa dan menangis. Semua itu terlupakan. Aku tak bisa memejamkan mata. Aku duduk terpekur. Mataku dibayang-bayangi si fakir itu, seolah-olah ia digotong beberapa orang lalu dibentangkan di atas meja makan.
Mereka berkata kepadaku, 'Makanlah dagingnya, karena sesungguhnya engkau telah menggunjingkannya.' Aku tersadar, ku kutakan, 'Aku tidak menggunjingkanya, melainkan aku berkata dalam hati.' Dikatakan kepadaku, 'Engkau tidak suka dibeginikan. Pergilah kepadanya untuk meminta maaf.' Di pagi harinya aku bolak-balik hingga kemudian menjumpainya di suatu tempat. Kuucapkan salam kepadanya. Ia berkata, 'Apakah engkau akan mengulanginya, wahai Abu Qosim?' Kujawab 'Tidak'. Ia berkata, 'Semoga Allah mengampuni kita, dan mengampunimu, pulanglah."
Alquran juga mengingatkan tentang bahaya ghibah. Sebagaimana dalam Surah Al-Hujurat ayat 12:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ
Yā ayyuhal-lażīna āmanujtanibū kaṡīram minaẓ-ẓann(i), inna ba‘daẓ-ẓanni iṡmuw wa lā tajassasū wa lā yagtab ba‘ḍukum ba‘ḍā(n), ayuḥibbu aḥadukum ay ya'kula laḥma akhīhi maitan fa karihtumūh(u), wattaqullāh(a), innallāha tawwābur raḥīm(un).
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang."
Tafsir tahlili dalam Quran Kemenag menjelaskan ayat tersebut sebuah peringatan agar mukmin menjauhkan diri dari prasangka. Jika mendengarkan ucapan dari saudara mukmin maka harus mendapatkan tanggan baik agar tidak menimbulkan salah paham atau menyelewengkan sehingga memunculkan fitnah dan prasangka.