REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Alquran menegaskan bahwa beserta kesulitan ada kemudahan, penegasan ini diulang dua kali pada ayat 5 dan 6 dari Surat Asy-Syarh. Prof KH Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengungkapkan arti, maksud, dan pesan ayat tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ
Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. (QS Asy-Syarh Ayat 5)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
Inna ma‘al-‘usri yusrā(n).
Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. (QS Asy-Syarh Ayat 6)
Prof KH Quraish Shihab menerangkan, ayat-ayat sebelumnya menjelaskan anugerah Allah SWT. Ayat 5 dan 6 Surat Asy-Syarh di atas bagaikan menyatakan: Jika kamu telah mengetahui dan menyadari betapa besar anugerah Allah itu, maka dengan demikian, menjadi jelas juga bagimu, wahai Nabi (Muhammad) yang agung bahwa sesungguhnya bersama atau sesaat sesudah kesulitan ada kemudahan yang besar, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan yang besar.
Sepertinya, Allah SWT dalam ayat 5 dan 6 ini bermaksud menjelaskan salah satu sunnah-Nya yang bersifat umum dan konsisten. Yaitu setiap kesulitan pasti disertai atau disusul oleh kemudahan selama yang bersangkutan bertekad untuk mengatasinya. Ini dibuktikan-Nya dengan contoh konkret pada diri pribadi Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW datang sendiri, ditantang dan dianiaya, sampai-sampai beliau dan keluarganya diboikot oleh kaum musyrikin di Makkah, tidak boleh berjual beli atau menikah, tidak boleh berbicara dengan beliau dan keluarganya selama setahun, disusul dengan setahun lagi sampai dengan tahun ketiga. Tetapi pada akhirnya tiba juga kelapangan dan jalan keluar yang selama ini mereka dambakan.
Ayat-ayat di atas seakan-akan menyatakan: Kelapangan dada yang kamu peroleh wahai Nabi Muhammad, keringanan beban yang selama ini kamu rasakan, keharuman nama yang kamu sandang, itu semua disebabkan karena sebelum ini kamu telah mengalami puncak kesulitan. Namun kamu tetap tabah dan optimis, sehingga berlakulah bagimu sunah (ketetapan Allah). Yaitu, jika krisis atau kesulitan telah mencapai puncaknya maka pasti ia akan sirna dan disusul dengan kemudahan. Ayat 5 dan 6 di atas sejalan maknanya dengan isyarat yang dikandung oleh firman-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ذٰلِكَ بِاَنَّ اللّٰهَ يُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَيُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِ وَاَنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ
Hal itu (pertolongan Allah terjadi) karena sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS Al-Hajj Ayat 61)
Demikian itu sunnah atau ketetapan Allah yang berlaku, bahkan dalam hukum-hukum syariat-Nya dikenal hal yang sama. Para ahli hukum Islam, setelah memperhatikan sekian banyak ayat Alquran dan hadits-hadits, memberi kesimpulan dalam bentuk kaidah yang berbunyi al-Masyaqqah Tajlibu at-Taisir (Kesulitan mendatangkan kemudahan) demikian pula kaidah Idza Dhaqa asy-Syai’u Ittasa' (Apabila sesuatu telah menyempit, maka ia menjadi luas).
Ayat 5 dan 6 dari Surat Asy-Syarh ini berpesan agar manusia berusaha menemukan segi-segi positif yang dapat dimanfaatkan dari setiap kesulitan, karena bersama setiap kesulitan terdapat kemudahan. Ayat-ayat ini seakan-akan berpesan agar setiap orang mencari peluang pada setiap tantangan dan kesulitan yang dihadapi.
Imam Malik meriwayatkan bahwa Abu Ubaidah Ibn al-Jarrah sahabat Nabi Muhammad SAW yang memimpin pasukan Islam menghadapi Romawi pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab menyurati khalifah Umar ibn Khattab sambil menggambarkan kekhawatirannya menghadapi kesulitan melawan Romawi, maka jawaban yang diterimanya dari beliau adalah, “Jika seorang mukmin ditimpa suatu kesulitan, niscaya Allah akan menjadikan sesudah kesulitan itu kelapangan karena sesungguhnya satu kesulitan tidak akan mampu mengalahkan dua kelapangan.”
Ditemukan juga riwayat serupa yang disandarkan kepada sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW lainnya, seperti Ibn ‘Abbas, Ibn Mas'ud dan lain-lain. Kemudahan berganda (dobel) yang dijanjikan ini dapat diperoleh seseorang dalam kehidupan di dunia ini dan dapat pula dalam arti satu kemudahan di dunia dan satu lainnya di akhirat.