REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto mengkritisi mangkraknya kasus pemerasan yang menjerat eks Ketua KPK Firli Bahuri. Bambang menegaskan penuntasan kasus itu menjadi indikator baik buruknya pemberantasan korupsi.
Firli Bahuri sudah berstatus tersangka di kepolisian sejak November 2023. Tapi sampai saat ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya tak segera melakukan penahanan. Adanya atensi dari Markas Besar (Mabes) Polri untuk membantu penyidikan kasus tersebut pun seperti tak berarti.
"Penyelesaian kasus Firli menjadi indikator, apakah penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi masih serius dilakukan," kata Bambang kepada Republika.co.id, Selasa (19/3/2024).
Oleh karena itu, Bambang mendorong polisi segera meringkus Firli Bahuri. Selanjutnya, berkas perkara Firli dilengkapi supaya secepatnya dilimpahkan ke meja hijau.
"Segera dilakukan penangkapan yang disertai dengan penahanan, serta pengembalian berkas perkara ke Kejaksaan Agung," ujar Bambang.
Bambang mengingatkan polisi tak main-main dalam mengusut perkara Firli. Sebab kasus ini menurutnya terbilang memalukan bagi Indonesia karena ketua lembaga antirasuah justru disangkakan memeras pelaku korupsi.
"Kasus Firli adalah salah satu kasus yang harus mendapatkan perhatian dari penegak hukum karena kasusnya sangat serius sekali. Tidak pernah terjadi dalam sejarah KPK, dan juga lembaga Anti Korupsi di dunia, Ketua KPK-nya justru terlibat dan diduga melakukan korupsi, indikasinya pemerasan," ucap Bambang.
Hingga saat ini, Polda Metro Jaya masih berkutat pada urusan administrasi berkas penyidikan yang diketahui sudah tiga kali bolak-balik dari Kejaksaan Tinggi Jakarta. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya menjerat Firli Bahuri dengan sangkaan Pasal 12e, atau Pasal 12B, atau Pasal 11 UU Tipikor 31/1999 juncto Pasal 65 KUH Pidana.
Sangkaan tersebut terkait dengan tuduhan pemerasan, dan penerimaan gratifikasi berupa uang lebih dari Rp 7,4 miliar dari tersangka korupsi eks Mentan Syahrul Yasin Limpo. Pemberian uang tersebut, terkait dengan proses penyelidikan, dan penyidikan korupsi di Kementan yang saat itu dilakukan oleh KPK.