REPUBLIKA.CO.ID, TRENGGALEK — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek, Jawa Timur, mendukung upaya kepolisian mengusut kasus dugaan pencabulan sejumlah santri di salah satu pondok pesantren (ponpes). Dua pengasuh ponpes sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kami berharap proses hukum untuk ditegakkan seadil-adilnya, apalagi ini kasusnya kekerasan seksual,” kata Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin, Selasa (19/3/2024).
Menurut Bupati, sebelum kasus tersebut mencuat, pihaknya sudah terlebih dahulu mengumpulkan bukti-bukti. “Kita identifikasi lama, hampir dua bulan. Kenapa kita tidak buka dan laporkan sedari awal? Takutnya ada pembungkaman terhadap korban, kemudian malu untuk lapor, dan sebagainya. Kita kumpulkan bukti-bukti terlebih dahulu, kemudian ditangani kepolisian,” kata dia.
Bupati mengatakan, Pemkab Trenggalek akan memberikan pendampingan terhadap santri yang menjadi korban. Menurut dia, pendampingan psikologis dilakukan untuk memulihkan kondisi korban dari trauma, apalagi dilaporkan korban masih di bawah umur. “Pemkab Trenggalek dan seluruh aparat yang menangani, kita berpihak pada korban,” ujar dia.
Dua pengasuh ponpes di Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, berinisial M (72 tahun) dan F (37), ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan dan sudah ditahan. Keduanya diketahui merupakan bapak dan anak. Berdasarkan pemeriksaan awal, dikabarkan ada empat korban yang melapor. Namun, polisi menduga ada belasan korban.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Trenggalek AKP Zainul Abidin sebelumnya mengatakan, santri yang diduga korban pencabulan itu masih di bawah umur. “Kami masih menunggu korban-korban yang lain karena ada sekitar 12 yang teridentifikasi sebagai korban. Namun, baru empat yang kami terima laporannya. Seluruh korban masih di bawah umur,” kata Zainul.