Sabtu 23 Mar 2024 00:10 WIB

BNN: Suplai Narkoba Kebanyakan Berasal dari Myanmar dan Afghanistan

Penyelundupan narkoba dari luar negeri ke Indonesia utamanya melalui jalur laut.

Anggota TNI AL memeriksa kapal milik nelayan saat patroli laut terpadu di Perairan Laut Lhokseumawe, Aceh, Kamis (19/10/2023). Patroli itu dilakukan untuk mencegah masuknya narkoba melalui jalur laut.
Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
Anggota TNI AL memeriksa kapal milik nelayan saat patroli laut terpadu di Perairan Laut Lhokseumawe, Aceh, Kamis (19/10/2023). Patroli itu dilakukan untuk mencegah masuknya narkoba melalui jalur laut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI Marthinus Hukom menyebutkan sebagian besar suplai narkoba di Indonesia datang dari luar negeri. Narkoba tersebut diselundupkan melalui jalur laut.

"Sudah bukan rahasia umum, suplai narkoba banyak masuk dari Myanmar dan Afghanistan," ujar Marthinus saat ditemui usai acara Peringatan 22 Tahun BNN RI di Jakarta, Jumat (22/3/2024).

Baca Juga

Berdasarkan catatan Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNDOC), Myanmar dan Afghanistan merupakan pemasok narkoba terbesar di dunia. UNDOC mencatat Myanmar merupakan satu dari segitiga emas pengedaran narkoba bersama Thailand dan Laos, sedangkan Afghanistan merupakan negara pemasok opium (getah bahan baku narkotika) terbesar di dunia.

Untuk itu, Marthinus menegaskan pihaknya terus melakukan audiensi dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI guna mengatasi peredaran narkoba dari negara lain melalui jalur laut. Selain itu, kata dia, dirinya bersama para Kepala BNN Provinsi (BNNP), khususnya di daerah perbatasan, juga telah melakukan kunjungan ke Malaysia dan Singapura dalam rangka mendorong kolaborasi pencegahan peredaran narkoba.

"Ini dilakukan untuk bersama-sama memperkuat wilayah perbatasan masing-masing dalam mencegah terjadinya peredaran gelap narkotika lintas negara," tuturnya.

Tak hanya di dalam negeri, menurut Marthinus, pihaknya telah membangun komunikasi dengan pihak counterparty dari negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.

"Bahkan kami juga akan ke Myanmar untuk melihat penegakan hukum di sana, lalu kami akan sharing, kami akan lakukan joint analysis," kata Marthinus.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement