REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) tetap melaksanakan kajian teknis untuk dapat melanjutkan proses penyelidikan dalam rencana penyidikan dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Tim penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menjadi pengendali dalam pengusutan dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas pembiayaan dan kredit ekspor terhadap empat perusahaan swasta selaku debitur LPEI yang merugikan negara sekitar Rp 2,5 triliun pada 2019.
Tim di Jampidsus sepertinya mengabaikan seruan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta Kejakgung, agar menyetop seluruh rangkaian proses hukum, dari penyelidikan, maupun penyidikan kasus korupsi di LPEI tersebut. Karena KPK, pada Selasa (19/3/2024) resmi mengumumkan kasus dugaan korupsi LPEI tersebut ditingkatkan ke level penyidikan.
KPK mengeklaim kasus tersebut sudah dalam penyelidikan sejak 10 Mei 2023. Namun Kejagung menyebut kalau kasus yang dilaporkan Menkeu Sri Mulyani ini, merupakan lanjutan dari kasus LPEI yang sudah mereka tangani sejak 2021.
Atas pelaporan Sri Mulyani tersebut, menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi, pihaknya melakukan telaah sehingga akan segera dirumuskan untuk dapat dilanjutkan ke proses penyelidikan, dan penyidikan.
“Sifatnya saat ini masih berupa laporan. Dan masih dalam kajian. Kalau memang sudah ada kecukupan (bukti-bukti peristiwa pidananya), ya kita pasti dalami ke penyelidikan dan penyidikan,” begitu kata Kuntadi saat ditemui di Kejakgung, Jakarta, Jumat (23/3/2024).
Kuntadi menerangkan, laporan dugaan korupsi LPEI oleh Menkeu Sri Mulyani pada Senin (18/3/2024) tersebut, sebetulnya babak lanjutan dari perkara korupsi LPEI yang pernah diusut tuntas oleh tim Jampidsus pada 2021-2022. Konstruksi kasusnya, pun sama. Yaitu penyimpangan hukum maupun aturan LPEI dalam pengajuan kredit dan pembiayaan ekspor oleh perusahaan-perusahaan swasta.
“Dalam kasus yang dilaporkan (oleh Sri Mulyani) itu, nggak jauh berbeda (dari yang pernah ditangani 2021-2022),” kata Kuntadi.
Dari semua konstruksi kasus LPEI tersebut, lanjut dia, berujung pada dugaan tindak pidana korupsi yang sama berupa fraud, atau penyimpangan yang dilakukan perusahaan debitur dan merugikan keuangan negara. “Semuanya berawal dari situ (fraud),” begitu ujar Kuntadi.