Rabu 27 Mar 2024 00:22 WIB

Tak Goyah Disebut 'Salah Kamar' di MK, Tim Hukum AMIN Singgung Pilkada Serentak 2024

Menurut Tim Hukum AMIN, kecurangan bisa juga terjadi di Pilkada serentak 2024.

Rep: Eva Rianti / Red: Andri Saubani
Ketua Tim Hukum Timnas AMIN Ari Yusuf Amir didampingi Kapten Timnas AMIN Muhammad Syaugi dan Co-Captain Timnas AMIN Thomas Lembong menerima tanda terima saat mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (21/3/2024). Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar resmi menggugat hasil Pilpres 2024 yang baru saja ditetapkan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK). Timnas yakin bahwa bukti-bukti dan saksi yang ada sudah lengkap dan matang.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Tim Hukum Timnas AMIN Ari Yusuf Amir didampingi Kapten Timnas AMIN Muhammad Syaugi dan Co-Captain Timnas AMIN Thomas Lembong menerima tanda terima saat mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (21/3/2024). Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar resmi menggugat hasil Pilpres 2024 yang baru saja ditetapkan KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK). Timnas yakin bahwa bukti-bukti dan saksi yang ada sudah lengkap dan matang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (THN AMIN) Ari Yusuf Amir mengaku timnya tidak gentar dengan tuduhan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) 'salah kamar'. Ia menganggap gugatan di MK merupakan upaya mewanti-wanti kecurangan atau pelanggaran serupa yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang bisa terjadi di Pilkada pada November 2024 mendatang. 

"Kalau kita diamkan proses pemilu yang curang, maka ini akan menjadi role model, contoh Pilkada," kata Ari kepada Republika, Selasa (26/3/2024). 

Baca Juga

Ari mengklaim terjadi pelanggaran TSM dalam Pilpres 2024 yang akan dibuktikan nantinya dalam persidangan di MK. Dia mengaku mengkhawatirkan hal itu berlanjut ke Pilkada dan akan menghasilkan pemimpin yang tidak terlegitimasi.

"Bayangkan di Pilkada kalau pola kecurangan ini kita biarkan, lalu diikuti di Pilkada, maka kita bisa bayangkan akan menghasilkan pemimpin atau kepala-kepala daerah yang seperti apa. Bagaimana kondisi bangsa ini nantinya," tuturnya. 

Ari mengatakan, timnya tidak akan goyah dalam upaya menguak kecurangan TSM dalam Pemilu 2024. Meski diketahui 'lawan' mereka adalah pengacara-pengacara kondang di kubu Prabowo-Gibran. Ari meyakini hakim MK bisa bijak dalam menyikapi gugatan tersebut. 

"Inilah yang kita sentuh, hakim MK untuk melakukan penyelamatan terhadap proses ini demi kebaikan bangsa. Jadi bukan soal menang atau kalah," ujar dia. 

Diketahui, sidang perdana gugatan THN AMIN akan berlangsung pada Rabu (27/3/2024) sekira pukul 08.00 WIB. Jadwal itu sesuai dengan situs resmi MK dan gugatan THN AMIN yang sudah diregistrasi 1/PHPU.PRES-XXII/2024.

THN AMIN menyampaikann jika menang gugatan, harapannya nanti bisa dilakukan pemilu ulang. Adanya pemungutan suara ulang (PSU) itu diharapkan tanpa diikuti oleh sosok Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo (Widodo) yang dianggap menjadi sumber permasalahan dalam kecurangan pemilu tahun ini. Gibran merupakan cawapres Prabowo Subianto yang dinyatakan menang dalam Pilpres 2024 oleh KPU RI pada Rabu (20/3/2024).

Sebelumnya diketahui, Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan menilai gugatan itu cacat formil. Bahkan, pengacara kondang itu tegas menyatakan bahwa gugatan tersebut salah kamar. Tidak hanya gugatan THN AMIN tetapi juga gugatan 03 Ganjar-Mahfud. 

Otto menjelaskan, gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan kubu 01 dan 03 mempersoalkan proses Pilpres 2024 yang dianggap diwarnai berbagai pelanggaran atau kecurangan. Padahal, persoalan proses ataupun pelanggaran merupakan wewenang Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga Mahkamah Agung untuk mengadili.

Adapun MK, lanjut dia, berwenang mengadili perselisihan terkait hasil pemilu atau raihan suara calon. Hal itu diatur secara tegas dalam Pasal 476  UU Pemilu dan telah diadopsi ke dalam Peraturan MK (PMK).

"Di dalam PMK itu diatur apa yang harus dimohonkan. Pokok-pokok permohonan itu jelas diatur harus mengenai tentang perhitungan suara mana yang benar, mana yang tidak benar," kata Otto di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2024) malam WIB.

"(Dalam PMK itu diatur pula bahwa) petitum harus terkait pembatalan keputusan KPU tentang perhitungan suara," ujar Otto menambahkan.

Menurut Otto, gugatan terkait proses atau dugaan kecurangan tidak semakali termaktub dalam PMK. Apalagi, kubu 01 dan 03 dalam petitumnya meminta agar Gibran atau Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Dia menegaskan, petitum diskualifikasi merupakan ranah Bawaslu untuk mengadili. "Petitumnya pun mereka mengajukan diskualifikasi yang sebenarnya juga tidak masuk dalam ranah MK," ujarnya.

Karena itu, Otto menyimpulkan gugatan kubu 01 dan 03 itu cacat formil dan salah kamar. Gugatan mereka seharusnya diajukan ke kamar Bawaslu, bukan kamar MK.

Bertolak dari kesimpulan tersebut, Otto yakin Tim Pembela Prabowo-Gibran bisa 'menghancurkan semua serangan-serangan' kubu 01 dan 03 dalam persidangan. Dia bahkan memprediksi MK akan memutuskan dua perkara itu Tidak Dapat Diterima, yang berarti pokok materinya tidak diperiksa.

"Gugatan yang diajukan 01 dan 03 adalah cacat formil, cacat prosedural sehingga karena tidak memenuhi syarat formil maka kami melihat bahwa berpotensi besar permohonan itu tidak akan dapat diterima," ujarnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement