REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan nilai gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), hakim agung nonaktif Gazalba Saleh pada angka Rp 9 miliar. KPK saat ini sudah menuntaskan proses penyidikannya perkara ini. Dengan demikian, Gazalba segera menjalani persidangan.
"Selama proses penyidikan, didapati nilai penerimaan gratifikasi disertai TPPU dalam bentuk pembelian aset mencapai Rp 9 miliar," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (29/3/2024).
Tim penyidik KPK sudah menyerahkan Gazalba sekaligus barang bukti kasusnya kepada tim jaksa KPK. Selanjutnya, tim jaksa KPK menyatakan berkas kasus Gazalba sudah lengkap.
Penahanan terhadap Gazalba masih dilakukan hingga 16 April 2024 di rumah tahanan negara (Rutan) KPK. "Tim jaksa segera menyiapkan dakwaan dan pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor dalam waktu 14 hari kerja," ujar Ali.
KPK mensinyalir Gazalba memperoleh gratifikasi berupa uang dari pengondisian putusan kasasi di MA. Salah satu putusan kasasi yang diduga dikondisikan yaitu kasus eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. "Terdapat pengondisian terkait amar isi putusan yang mengakomodir keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur.
Diketahui, KPK menahan Gazalba Saleh lagi pada 30 November 2023. Kasus ini berhubungan dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU. Gazalba disebut KPK tak melaporkan semua penerimaan tersebut selama 30 hari. Aset yang sudah dibeli juga tak dicatatkan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) oleh Gazalba.
Atas tindakannya itu, Gazalba disebut melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus ini berawal sejak Gazalba menduduki jabatan sebagai Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017. Dalam beberapa perkara dia ditunjuk untuk menjadi salah satu anggota Majelis Hakim yang menangani permohonan kasasi maupun peninjauan kembali di MA.
Sejumlah perkara yang pernah disidangkan dan diputus oleh Gazalba, diketahui terdapat pengondisian terkait isi amar putusan. Tujuannya, untuk mengakomodasi keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA.
Di sisi lain, KPK pernah menjerat Gazalba Saleh dengan kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas Gazalba Saleh karena dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Atas vonis bebas itu, KPK mengajukan kasasi ke MA. Namun, MA menolak kasasi itu pada Kamis (19/10/2023). Lewat putusan ini, Gazalba Saleh resmi menghirup udara bebas. Sebab, kasasi merupakan upaya hukum terakhir yang bisa dilakukan KPK selaku aparat penegak hukum.