REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perfilman Indonesia (BPI) meminta produser di industri perfilman Indonesia untuk lebih pandai dalam menyaring berbagai kritik dan saran yang diberikan publik terhadap tiap karya yang diproduksi. Polemik film Kiblat yang mendapat teguran dari Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam Majelis Ulama Indonesia (LSBPI MUI) dapat menjadi contoh kasusnya.
"Bagaimanapun kalau sudah dilempar ke publik, ranahnya sudah bebas, orang ini bisa apapun. Kalau berkomentar tinggal kita yang menyaring (berbagai kritik dan saran),” kata Ketua Bidang Bisnis dan Pembiayaan BPI Celerina Judisari saat ditemui dalam sebuah acara di Jakarta, Ahad (31/3/2024).
Belajar dari kasus Kiblat, Celerina menuturkan seorang produser film perlu sensitif melihat tren industri dan keinginan masyarakat. Menurut dia, produser dapat menerima kritik dengan mengganti judul film tersebut agar tidak timbul penolakan publik sebelum pemutaran film secara resmi digelar.
Polemik film Kiblat, menurut Celerina, dapat pula dijadikan sebagai pelajaran. Produser perlu mempersiapkan film dengan komponen yang lebih matang pada masa depan, seperti memikirkan genre film horor yang digarap akan berfokus pada aksi atau komedi.
Celerina juga mengakui bahwa sebuah film tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tim produksi tinggal menyesuaikan diri dengan keinginan publik, termasuk menyiapkan sikap manajemen publikasi yang baik agar tiap kekurangan dapat diubah menjadi hal yang membuat publik penasaran untuk mengikuti kisah hingga akhir.