Senin 01 Apr 2024 13:47 WIB

Mengenal Wen Zhang, Penyanyi Populer Cina Asal Simalungun

Wen Zhang ternyata sangat menyukai gado-gado.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Setyanavidita livicansera
Wen Zhang alias Sugianto Djingga saat tampil di konser bertajuk “The Sea of Sound: Embarking on Transnational Musical by the Seaside” yang digelar di Sanmeiwan Convention Center, Sanya, Provinsi Hainan, Cina, 29 Maret 2024 lalu.
Foto: Republika/Kamran Dikarma
Wen Zhang alias Sugianto Djingga saat tampil di konser bertajuk “The Sea of Sound: Embarking on Transnational Musical by the Seaside” yang digelar di Sanmeiwan Convention Center, Sanya, Provinsi Hainan, Cina, 29 Maret 2024 lalu.

Oleh : Kamran Dikarma, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, HAINAN -- Sebuah momen tak terduga terjadi ketika saya menghadiri konser bertajuk “The Sea of Sound: Embarking on Transnational Musical by the Seaside” di Sanmeiwan Convention Center, Sanya, Provinsi Hainan, Cina, 29 Maret 2024 lalu. Saya berjumpa dan sempat berbincang singkat dengan Wen Zhang, penyanyi populer Cina era 1980-1990-an yang ternyata lahir di Perdagangan, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. Pria yang kini berusia 64 tahun itu juga mempunyai nama Indonesia, yakni Sugianto Djingga.

Ketika datang ke Sanmeiwan Convention Center sebagai bagian dari agenda kegiatan China International Press Center (CIPC) 2024, saya mengira konser hanya akan dihadiri penyanyi-penyanyi populer Negeri Tirai Bambu. Sebab acara tersebut digelar oleh China Radio International (CRI) dan akan ditayangkan di sejumlah media Cina, termasuk China’s Media Group, China Central Television (CCTV)-4, CCTV News, China Arts, dan Voice of the South China Sea.

Baca Juga

Seperti tajuknya, konser The Sea of Sound digelar di tepi laut. Setelah melalui serangkaian persiapan, acara dimulai sekitar pukul 18:00. Pembawa acara kemudian memperkenalkan satu per satu musisi yang bakal tampil. Salah satunya adalah Ara Kimbo, penyanyi dan musisi senior berusia 74 tahun yang menyandang predikat “Father of Taiwan Folk Music”.

Kemudian terdapat dua penyanyi asal Malaysia dan satu penyanyi asal Singapura. Pembawa acara lalu memperkenalkan Wen Zhang dan melakukan perbincangan singkat dengannya. Seluruh proses pengenalan dan perbincangan dengan para bintang tamu dilakukan menggunakan bahasa Cina dan tanpa ada penerjemahan ke bahasa Inggris.

Beruntung, ketika menyaksikan konser The Sea of Sound, saya duduk di sebelah Marco, jurnalis asal Samoa yang cukup mengerti bahasa Cina karena pernah menempuh pendidikan di Wuhan. Dari Marco saya tahu bahwa Wen Zhang berasal dari Indonesia.

Ketika Wen Zhang mendapat giliran tampil, saya mengira dia akan menyanyikan lagunya atau setidaknya lagu lain yang berbahasa Cina. Tapi perkiraan saya meleset. Saya cukup kaget karena Wen Zhang ternyata membawakan lagu Indonesia Pusaka.

Dengan suara bercorak tenor, mendengar Wen Zhang menyanyikan Indonesia Pusaka cukup membuat bulu kuduk saya bangkit. Ada sisi emosional yang tersentuh. Terlebih, saya sedang berada jauh dari rumah untuk waktu yang lumayan lama, yakni empat bulan.

Setelah menyaksikan penampilan Wen Zhang, saya pun meminta panitia CIPC untuk menanyakan kepada pihak penyelenggara konser The Sea of Sound tentang apakah saya bisa bertemu dan melakukan wawancara singkat dengan Wen Zhang. Tanpa disangka, ternyata Wen Zhang menyanggupi.

Ketika dipertemukan setelah konser, saya langsung menyapa Wen Zhang menggunakan bahasa Indonesia. Wen pun dengan hangat menyambut saya. Setelah memperkenalkan diri, segera saya sampaikan kepada Wen bahwa saya sangat terkesan dengan penampilannya. “Terima kasih banyak-banyak,” respons Wen yang masih menjabat tangan saya.

Bahasa Indonesia-nya masih lumayan lancar. Tapi, setelah perkenalan, perbincangan saya dengan Wen Zhang berlanjut menggunakan bahasa Inggris. “Bahasa Indonesia saya limited,” ujarnya kepada saya sambil tertawa. 

Karena hanya memiliki waktu beberapa menit untuk mewawancarainya, saya segera saja menanyakan kepada Wen Zhang tentang kehidupannya ketika masih berada di Indonesia. Wen menceritakan bahwa dia lahir di Perdagangan, Simalungun, Sumatra Utara, pada 20 Mei 1960. Dia meninggalkan Indonesia pada usia delapan tahun. Kendati demikian, keluarga dan sanak saudaranya masih berada di Perdagangan.

Wen juga mengungkapkan bahwa rumah orang tuanya di Perdagangan masih dimiliki keluarganya. “Karena itu, hampir setiap tahun saya mengunjungi Indonesia,” katanya.

Wen sempat menceritakan pula makanan Indonesia favoritnya. Saya sempat menebak bahwa makanan kesukaan Wen pasti yang berciri khas Sumatra. Namun dugaan saya salah. “Saya sangat suka gado-gado. Itu makanan favorit saya,” ujar Wen disusul dengan gelakan panjang.

Saya akhirnya bertanya kepada Wen tentang mengapa dia membawakan lagu Indonesia Pusaka dalam konser Sea of the Sound. Wen mengekspresikan kebanggaan bisa menyanyikan lagu ciptaan Ismail Marzuki tersebut. “Ini lagu nasional saya. Saya rasa saya harus menyanyikannya dengan sangat tulus. Dan saya menyukainya (menyanyikan Indonesia Pusaka),” tutur Wen.

Meski saat ini lebih sering menghabiskan waktunya di Beijing, Hong Kong, dan Singapura, Wen masih mempertahankan kewarganegaraan Indonesia. Dia mengatakan, ikatannya dengan tempat kelahirannya tidak akan pernah bisa terputus. “Hati saya selalu berada di Indonesia,” ucapnya.

Perbincangan saya dengan Wen Zhang malam itu sangat singkat karena dia harus segera pergi. Sebelum berpisah, Wen menyampaikan sangat senang bisa bertemu dan berbincang dengan saya. Tentu saya merasakan hal serupa. Sebuah jabat tangan erat menjadi penutup momen pertemuan saya dengan Sugianto Djingga. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement