Kamis 04 Apr 2024 23:01 WIB

Skotlandia Kembali Serukan Inggris Hentikan Jual Senjata ke Israel 

Skotlandia kecam Inggris yang jual senjata ke Israel.

Tentara Israel. Skotlandia kecam Inggris yang jual senjata ke Israel
Foto: VOA
Tentara Israel. Skotlandia kecam Inggris yang jual senjata ke Israel

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Pemimpin Skotlandia Humza Yousaf para Rabu mengulangi seruannya agar Pemerintah Inggris berhenti menjual senjata ke Israel menyusul pembunuhan terhadap pekerja bantuan di Jalur Gaza oleh tentara Israel.

"Jika tidak berhenti menjual senjata ke Israel, Inggris berada dalam bahaya terlibat pembunuhan warga sipil tak bersalah," kata Yousaf memperingatkan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dalam suratnya.

Baca Juga

Dia mengatakan dirinya telah menyerukan kepada Pemerintah Inggris pada Januari untuk melarang izin ekspor senjata dari Inggris ke Israel, tetapi seruannya itu tidak mendapat tanggapan. "Anda tidak mengambil tindakan apa pun, meski jumlah korban tewas terus meningkat," katanya.

Pernyataannya itu muncul setelah tujuh pekerja badan amal makanan World Central Kitchen (WCK) tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza pada Senin. Mereka berkebangsaan Australia, Polandia, Inggris, dan Palestina, serta ada pula yang berkewarganegaraan ganda AS-Kanada.

Menyusul terjadinya serangan terencana itu, WCK mengatakan pihaknya menghentikan operasi di wilayah kantong Palestina tersebut.

Serangan itu telah memicu kecaman internasional dan mengundang banyak tuntutan agar penyelidikan menyeluruh digelar, termasuk dari PM Sunak.

Yousaf mencatat lebih dari 190 pekerja kemanusiaan telah tewas di Gaza sejak konflik dimulai, "yang tampak jauh dari akhir, tanpa pertanggungjawaban, dengan sedikit atau bahkan tanpa tanda-tanda Israel akan mengindahkan keputusan Mahkamah Internasional atau resolusi Dewan Keamanan PBB baru-baru ini."

Dia mengatakan pemerintah Inggris juga masih memperbolehkan perusahaan-perusahaan di Inggris untuk mempersenjatai Israel, meski fakta menunjukkan bahwa Israel membunuh perempuan, anak-anak, dan pekerja bantuan, serta rumah sakit-rumah sakit, sekolah dan kamp pengungsian.

"Saya telah berulangkali mengatakan bahwa Israel berhak membela diri dan menyerukan agar para sandera dibebaskan. Namun, saya yakin tindakan Israel sudah melewati batas,” kata Yousaf.

"Cukup sudah. Pemerintah Israel harus bertanggung jawab," katanya.

Menurut dia, jumlah korban jiwa dari kalangan sipil “tak dapat ditoleransi,” termasuk pembunuhan pekerja yang membantu warga Palestina menghadapi kelaparan dan kekerasan oleh pemerintah Israel.

Sementara itu, sebuah jajak pendapat YouGov, menyebutkan mayoritas pemilih di Inggris mendukung larangan penjualan senjata ke Israel. Survei dilakukan terhadap lebih dari 2.000 orang ditugaskan oleh Action for Humanity dan dilakukan sebelum serangan udara pasukan Israel pada Senin (2/4/2024) lalu yang menewaskan tujuh pekerja bantuan, termasuk tiga orang Inggris.

Jajak pendapat, yang dilaporkan oleh the Guardian pada hari Rabu (3/4/2024), menemukan bahwa 56 persen responden mendukung larangan ekspor senjata dan suku cadang, dibandingkan dengan 17 persen yang tidak.

Dukungan untuk larangan itu terkuat di antara mereka yang berencana untuk memilih Partai Buruh dalam pemilihan mendatang, dengan 71 persen mendukung versus 9 persen menentang.

Tujuh puluh persen pemilih Demokrat Liberal mendukung larangan tersebut, sementara di antara pendukung Konservatif hanya 38 persen yang mendukung, dengan 36 persen menentangnya.

Dalam jajak pendapat, 59 persen orang mengatakan Israel melanggar hak asasi manusia di Gaza, dengan dua dari tiga pemilih Konservatif berpikir bahwa temuan ini akan mengecewakan bagi Israel, yang secara historis mengandalkan dukungan kuat Inggris. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berulang kali mengatakan bahwa upaya negaranya untuk menghancurkan Hamas sebagai kekuatan tempur bergantung pada dukungan Barat.

photo
Setengah tahun genosida di Gaza - (Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement