Rabu 10 Apr 2024 10:50 WIB

Ketua Baznas: Idul Fitri Adalah Esensi Meraih Fitrah

Fitrah qalbiyah yang mengingatkan kembali kepada esensi penciptaan Allah SWT.

Baznas Prof KH Noor Achmad menegaskan momentum Idul Fitri adalah esensi manusia untuk meraih fitrah.
Foto: dok Baznas
Baznas Prof KH Noor Achmad menegaskan momentum Idul Fitri adalah esensi manusia untuk meraih fitrah.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Prof KH Noor Achmad menegaskan momentum Idul Fitri adalah esensi manusia untuk meraih fitrah.

"Fitrah ini terbagi tiga, yakni fitrah nafsiyah, ijtimaiyah, dan qalbiyah," katanya, saat menjadi khatib shalat Idul Fitri 1445 di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang, Rabu (10/4/2024).

Baca Juga

Fitrah nafsiyah bersifat pribadi yang artinya adalah kembalinya setiap jiwa manusia yang merupakan ciptaan Allah SWT, dengan kodrat awal sebagai orang yang beriman. Seiring dengan momentum Idul Fitri, ia mengatakan bahwa manusia kembali dalam keadaan fitrah, yakni Islam sebagai fitrah kemanusiaan yang harus dipertahankan hingga mati.

Kemudian, kata dia, fitrah ijtimaiyah yang bersifat sosial kemasyarakatan dan merujuk pada kembalinya konsep hubungan antarmanusia. Menurut dia, manusia dalam berinteraksi dengan sesama bisa saja berbuat kesalahan secara sengaja maupun tidak sehingga harus selalu ingat kepada Allah SWT.

Dengan demikian, kata dia, manusia bisa menjadi pribadi sosial yang baik, yakni ketika bersalah segera meminta maaf dan segera memaafkan jika ada orang yang berbuat salah. "Akhir-akhir ini kita sering melihat tayangan di media sosial akibat orang yang tidak bisa menahan marah, akibat tidak bisa memaafkan orang lain. Akhirnya muncul konflik sosial, konflik individu satu dengan lainnya," katanya.

Terakhir, kata dia, fitrah qalbiyah yang mengingatkan kembali kepada esensi penciptaan Allah SWT dengan mengakui kebesaran dan keagungan Sang Pencipta. "Pengakuan sebagai ciptaan Allah SWT merupakan bagian dari keimanan, pengakuan atas kebesaran Allah atas penciptaan langit dan bumi," kata mantan Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang itu.

Pengakuan atas kebesaran Allah SWT, kata dia, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang "Ulil Albab" sebagaimana sudah dijelaskan dalam Alquran Surat Ali Imran ayat 191. "Orang- orang Ulil Albab adalah yang selalu zikir kepada Allah SWT dalam keadaan apapun juga, dalam keadaan duduk, berdiri, dan terbaring, serta memikirkan ciptaan Allah," katanya.

Orang-orang yang termasuk dalam golongan Ulil albab, kata dia, tidak mesti dari orang yang berilmu tinggi, tetapi bisa dari siapa saja yang mempunyai pengakuan terhadap penciptaan Allah. "Dengan senantiasa berpikir Allah SWT maka ada keyakinan bahwa tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan-Nya. Artinya, melakukan kerusakan terhadap bumi dan alam adalah menyia-nyiakan ciptaan Allah SWT," katanya.

Shalat Idul Fitri 1445 Hijriah di MAJT Semarang dipimpin oleh KH Ulil Abshar Al Hafiz sebagai imam, diikuti oleh ribuan orang yang telah berdatangan sejak pagi di masjid yang telah dibangun pada 2002 itu. Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1445 Hijriah atau Idul Fitri 2024 Masehi jatuh pada Rabu (10/4) setelah diputuskan melalui sidang isbat yang digelar di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Selasa (9/4) kemarin.

"Berdasarkan hisab posisi hilal wilayah Indonesia yang sudah masuk kriteria MABIMS, serta adanya laporan hilal yang terlihat, disepakati bahwa 1 Syawal tahun 1445 Hijriah jatuh pada Hari Rabu, 10 April 2024 Masehi," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam konferensi pers penetapan sidang Isbat.

Dengan penetapan ini maka dipastikan 1 Syawal 1445 Hijriah antara keputusan pemerintah, termasuk Nahdlatul Ulama, dengan Muhammadiyah jatuh pada hari yang sama. Sidang isbat ini diikuti sejumlah perwakilan organisasi keagamaan, BMKG, BRIN, ahli astronomi, perwakilan negara sahabat, dan tamu undangan lainnya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement