REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU RI Idham Holik meyakini, pihaknya telah melaksanakan Pilpres 2024 sesuai UU Pemilu, sehingga gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) bakal ditolak. Hal itu disampaikan usai Idham bersama sejumlah komisioner lain menyerahkan kesimpulan KPU atas sidang sengketa hasil Pilpres 2024 kepada panitera di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (16/4/2024).
"Kami KPU meyakini bahwa pelaksanaan penyelenggaraan pemilu khususnya pemungutan, penghitungan, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu itu sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Idham.
"Sehingga apa yang menjadi permohonan para pemohon itu kami yakin tidak akan mengubah hasil keputusan KPU mengenai penetapan hasil pemilu," katanya menambahkan.
Dalam dokumen kesimpulan, KPU meminta majelis hakim menolak seluruhnya gugatan yang dilayangkan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. KPU juga meminta agar majelis hakim MK menyatakan sah Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 terkait hasil Pilpres 2024, yang di dalamnya termaktub raihan suara Prabowo-Gibran 96.214.691, Anies-Muhaimin 40.971.906, dan Ganjaf-Mahfud 27.040.878.
Komisioner KPU RI Mochamad Afifuddin mengatakan, pihaknya meminta MK menolak gugatan dan menyatakan sah keputusan tersebut karena seluruh dalil kubu Anies dan kubu Ganjar tak terbukti dalam persidangan. Fakta-fakta yang muncul dalam persidangan tidak menguatkan dalil-dalil mereka.
"Oleh karena itu KPU melalui Kesimpulan tersebut meminta kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi agar menjatuhkan putusan yang pada pokoknya menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima dan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya serta menyatakan sah, benar, dan tetap berlaku Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 yang menjadi objek sengketa," kata Afif.
Sebagai gambaran, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama menuntut MK membatalkan putusan KPU Nomor 360. Mereka juga meminta MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa melibatkan Prabowo-Gibran.
Petitum itu diajukan karena mereka yakin bahwa pencalonan Gibran tidak sah. Mereka juga mendalilkan bahwa pelaksanaan Pilpres 2024 diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan Presiden Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran.