Jumat 19 Apr 2024 20:50 WIB

Usia 20 Hingga 30-an Rentan Terserang Quarter Life Crisis, Ini Cara Terbaik Mengatasinya

Ada beberapa tanda Anda mengalami quarter life crisis.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Krisis seperempat baya atau quarter life crisis (ilustrasi). Quarter-life crisis tetap perlu diatasi dan sebaiknya tidak dibiarkan berlarut-larut.
Foto: Dok. Freepik
Krisis seperempat baya atau quarter life crisis (ilustrasi). Quarter-life crisis tetap perlu diatasi dan sebaiknya tidak dibiarkan berlarut-larut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bertahan dari krisis seperempat baya atau quarter life crisis bisa menjadi sesuatu yang menantang. Kondisi kecemasan dan keraguan terhadap diri sendiri pada usia 20-an hingga 30-an kerap ditandai dengan perasaan tidak pasti, mempertanyakan pilihan dan identitas, atau merasa terjebak dalam hidup.

Meski merasakan hal ini terbilang wajar dan normal, quarter life crisis tetap perlu diatasi dan sebaiknya tidak dibiarkan berlarut-larut. Jika kesulitan mengatasi kondisi tersebut, apalagi disertai gejala depresi lainnya, seperti perubahan nafsu makan, kesulitan tidur, perubahan suasana hati, dan kehilangan rasa senang, segeralah berkonsultasi dengan dokter atau ahli kesehatan mental.

Baca Juga

Dikutip dari laman Verywell Mind, Jumat (19/4/2024), sebuah penelitian pernah dilakukan terhadap 1,5 juta postingan media sosial yang merujuk pada krisis seperempat baya. Para peneliti menemukan bahwa tema umum krisis ini sering kali berpusat pada perasaan terjebak, penyakit, karier, sekolah, keluarga, keinginan untuk berubah, atau mengalami emosi yang campur aduk.

Pendiri Thrive Anxiety Solutions, Carrie Howard, membagikan strategi untuk mengatasi krisis seperempat baya. Howard yang merupakan pekerja sosial berlisensi sekaligus profesional perawatan kecemasan klinis bersertifikat mengatakan beberapa taktik yang bisa membantu.

Memahami bahwa krisis perkembangan seperti ini adalah bagian normal dari kehidupan dapat membantu. Apa yang dirasakan itu bukanlah hal yang aneh, dan lakukan refleksi diri bahwa perasaan tanpa arah tersebut justru bisa menjadi cara untuk belajar lebih banyak tentang diri sendiri. 

"Luangkan waktu untuk menulis jurnal atau menelusuri daftar nilai-nilai untuk membantu Anda mengetahui apa yang paling penting salam hidup. Mendapatkan kejelasan tentang hal-hal ini akan membantu Anda membuat keputusan ke depan yang sejalan dengan nilai-nilai Anda," ungkap Howard.

Selain berkontemplasi dan menulis jurnal, strategi lain yang bisa membantu adalah visualisasi. Bayangkan diri mengikuti berbagai jalur kehidupan atau bayangkan diri sendiri di masa depan dan pertimbangkan bagaimana setiap pilihan itu memengaruhi perasaan.

Teman, anggota keluarga, mentor, dan individu terpercaya lainnya dapat menjadi sumber masukan. Pandangan mereka dapat membantu diri mengenali kekuatan dan potensi dengan lebih baik. Selain itu, Howard mengatakan penting juga untuk melepaskan ekspektasi lama yang mungkin datang dari diri sendiri, orang tua, atau orang lain dalam hidup.

"Ganti dialog batin dari penggunaan kata-kata seperti 'seharusnya', 'semestinya', dan 'harus' yang secara halus memberikan tekanan pada diri sendiri agar hidup terlihat seperti itu dan menimbulkan rasa malu ketika ekspektasi tersebut tidak terpenuhi," ucapnya.

Howard pun merekomendasikan, jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Itu mungkin merupakan kecenderungan alami, namun bisa menjadi pencuri kebahagiaan. Media sosial dapat memperburuk kebiasaan ini. 

"Penting untuk diingat bahwa apa yang Anda lihat di dunia maya sering kali hanya mewakili hal-hal tertentu dalam kehidupan seseorang. Apa yang tidak Anda lihat adalah semua pergumulan, kekecewaan, dan rasa tidak aman yang dialami orang lain. Perjalanan setiap orang unik dan berbeda. Apa yang tepat bagi orang lain belum tentu tepat bagi Anda," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement