REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pakar PBB memperingatkan masyarakat Gaza terancam beresiko mengalami gangguan mental yang dapat terwujud beberapa tahun ke depan dari sekarang. Sudah hampir tujuh bulan kantong pemukiman Palestina itu dibombardir dan diserang pasukan Israel.
"Tentu kami melihat luka fisik, dan karena fisik, maka orang dapat menyadari keparahannya," kata pelapor khusus PBB bidang hak untuk sehat Tlaleng Mofokeng, Senin (22/4/2024).
"Namun, gangguan mental akut yang kemudian menjadi kecemasan dan jenis penyakit mental lain di kemudian hari, harus mulai dipikirkan," katanya. Pada Februari lalu Dana Anak-anak PBB (Unicef) memperkirakan terdapat 17 ribu anak-anak di Gaza yang tidak didampingi orang dewasa atau terpisah dengan keluarganya sepanjang konflik.
Hampir semua anak di kantong pemukiman itu diperkirakan membutuhkan dukungan kesehatan mental. Kementerian kesehatan Palestina mengatakan sudah lebih dari 34 ribu orang tewas dalam serangan Israel yang digelar usai serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023.
Israel tidak hanya menyerang infrastruktur sipil tapi juga rumah sakit termasuk Rumah Sakit Al Shifa, fasilitas medis terbesar di Jalur Gaza dan membunuh serta melukai petugas kesehatan. Israel menuduh Hamas menggunakan rumah sakit, ambulans dan fasilitas medis lainnya untuk tujuan militer.
Tuduhan yang dibantah keras Hamas. "Sistem kesehatan di Gaza sepenuhnya dilenyapkan, dan hak untuk sehat dihancurkan di setiap tingkatan," kata Mofokeng. "Kondisi ini tidak sesuai dengan perwujudan setiap orang pada standar kesehatan fisik dan mental tertinggi yang dapat dicapai," tambahnya.
Mofokeng mengatakan, ia prihatin dengan risiko penyakit yang ditularkan melalui air dan udara, serta kurangnya pasokan medis dan layanan kesehatan reproduksi dan mental di Jalur Gaza.