Selasa 23 Apr 2024 20:42 WIB

Menakar Dampak Eskalasi Iran-Israel Terhadap Suku Bunga Acuan

Eskalasi konflik Timur Tengah membuat Bank Indonesia dan pemerintah dilema.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Fuji Pratiwi
 Logo Bank  Indonesia
Foto: Reuters/ Iqro Rinaldi
Logo Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memanasnya konflik Iran dan Israel diyakini memberikan dampak pada perekonomian Indonesia.

Head Of Fixed Income Research PT Sinarmas Sekuritas Aryo Perbongso pun menilai, eskalasi konflik di Timur Tengah ini juga akan memengaruhi keputusan Bank Indonesia dalam menetapkan suku bunga acuan BI Rate. "Kami lihat BI saat ini hadapi dilema, dinaikan atau tidak di tengah-tengah meningkatnya konflik Israel Iran?" ujar Aryo dalam Webinar 'Dampak Perang Iran - Israel Terhadap Pasar di Indonesia' pada Selasa (23/4/2024).

Baca Juga

Aryo menyampaikan, eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah memiliki sejumlah dampak mulai dari kenaikan harga minyak, aliran modal keluar, hingga depresiasi atau penurunan nilai tukar rupiah.

Jika peningkatan harga minyak mencapai 100 dolar AS per barel, maka yang paling terpengaruh adalah APBN sebab berkaitan dengan subsidi energi. Ini karena asumsi harga minyak di APBN itu adalah sebesar 82 dolar AS per barel, sehingga kenaikan harga minyak akan menyebabkan pembengkakan subsidi energi. 

"Itu membuat defisit APBN akan meningkat," ujarnya.

Lalu kedua, risiko lainnya akan berdampak pada aliran modal keluar. Hal ini berkaitan juga risiko ketiga yakni menurunnya nilai tukar rupiah.

"Kurs saat ini kan sudah mencapai sekitar Rp 16.200. Per 16 April kurs rupiah sekitar Rp 16.100 itu sudah depresiasi sebesar 4,8 persen, kalau saat ini sekitar Rp 16.200 itu depresiasi sekitar lima persen akibat penguatan dolar AS," kata Aryo menjelaskan.

Apalagi periode saat ini merupakan masa pembayaran dividen yang menjadi salah satu alasan menguatnya dolar AS. Berdasarkan tren di lima tahun terakhir, pelemahan rupiah dan cadangan devisa memang turun pada masa periode Maret hingga Mei. 

Bila dilihat pada 2024 ini, BI sudah melakukan intervensi terhadap rupiah di mana kalau posisi sumber likuiditas BI turun dari bulan ke bulan itu sekitar 129, 8 miliar dolar AS menjadi 125,78 miliar dolar AS. "Itu digunakan untuk menahan pergerakan kurs rupiah," ujarnya.

Karenanya, Aryo mencermati langkah kebijakan yang akan diambil pemerintah maupun BI untuk menstabilisasi rupiah. Apalagi pekan ini BI akan melakukan pengumuman kebijakan suku bunga.

"Kami sudah melakukan beberapa skenario terkait berapa pilihan, jika BI menaikkan tingkat suku bunga bagaimana dampaknya ke ekonomi," kata Aryo.

Karena jika BI Rate ditingkatkan tentunya akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sedangkan jika kupon dari Surat Berharga Negara (SBN) meningkat pastinya akan berdampak terhadap kenaikan biaya. Namun, bila bunga dua instrumen itu ditahan, dampaknya adalah depresiasi rupiah.

Menurutnya, kenaikan suku bunga BI tingkat efektivitas mungkin tidak sebagus jika dilakukan di luar masa pembayaran dividen. Sehingga, BI diprediksi akan mempertahankan suku bunga dan menstabilkan rupiah. Sementara pemerintah akan menaikkan kupon SBN.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement