REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024. Namun, KPU akan melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap jalannya alat bantu tersebut.
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, pihaknya sebagai penyelenggara pemilihan umum (pemilu) memiliki kewajiban untuk terbuka. Sebab, keterbukaan merupakan salah satu prinsip dari penyelenggaraan pemilu, termasuk pilkada.
"Oleh karena itu, kami harus mendesain bagaimana prinsip tersebut dapat diaktualisasi," kata dia, Selasa (23/4/2024).
Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU itu menjelaskan, Sirekap didesain untuk mempublikasi foto formulir model C Hasil. Hal itu dilakukan karena KPU punya kewajiban untuk memublikasikan hasil perolehan suara mulai dari tingkat TPS.
"Kami akan menggunakan Sirekap, tentunya apa yang menjadi pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusan kemarin yang dibacakan, itu menjadi rujukan kami dalam evaluasi dan perbaikan terhadap Sirekap yang akan digunakan dalam pilkada pada 27 November 2024 nanti," ujar Idham.
Kendati demikian, Idham belum bisa memastikan perbaikan yang akan dilakukan. Menurut dia, perbaikan itu akan disampaikan lebih rinci dalam kesempatan selanjutnya.
Ia mengatakan, saat ini KPU masih fokus dalam finalisasi pengembangan dua sistem informasi, yaitu Sistem Pendaftaran Pemilih (Sidalih) dan Sistem Informasi Pencalonan (Silon). "Saat ini kami masih konsentrasi pada penyelesaian pemutakhiran sistem informasi pemutakhiran daftar pemilih atau sidalih dan sistem pencalonan atau silon," kata dia.
Sebelumnya, Majelis Hakim Konstitusi menyatakan dalil-dalil Perkara Nomor 2/PHP.PRES-XXII/2024 tidak beralasan menurut hukum. Salah satunya mengenai persoalan penggunaan dan pengaplikasian Sirekap dalam proses penghitungan sampai rekapitulasi suara.
Meski demikian, MK menyatakan Sirekap sebagai alat bantu untuk kepentingan transparansi dan mengawal suara pemilih untuk diketahui lebih awal ke depannya. Teknologi Sirekap dinilai harus terus dikembangkan, sehingga tidak ada keraguan dengan data yang ditampilkan oleh Sirekap.
“Untuk itu, sebelum Sirekap digunakan perlu dilakukan audit oleh lembaga yang berkompeten dan mandiri. Di samping itu untuk menjaga objektivitas dan validitas data yang diunggah, perlu dibuka kemungkinan pengelolaan Sirekap dilakukan oleh lembaga yang bukan penyelenggara pemilu. Oleh karenanya, Mahkamah menilai dalil Pemohon berkenaan dengan Sirekap adalah tidak beralasan menurut hukum,” ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan pada Senin (22/4/2024).