REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyikapi munculnya kisruh antara Dewas KPK dan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. ICW menduga kisruh ini terjadi karena Nurul Ghufron kian frustasi atas masalah etik yang menghinggapinya.
"Nurul Ghufron yang melaporkan anggota Dewan Pengawas serta menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara menunjukkan bahwa dirinya sedang frustasi menghadapi dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada Republika, Selasa (30/4/2024).
ICW menyindir sikap Nurul Ghufron yang seolah tak bisa bertindak layaknya aparat penegak hukum. Mestinya sebagai aparat penegak hukum Nurul Ghufron berani untuk menjalani persidangan dan tidak mencari-cari kesalahan pihak lain yang sebenarnya tidak relevan.
"Oleh sebab itu, ICW mendesak agar Dewan Pengawas tidak terpengaruh dengan segala argumentasi pembenar yang disampaikan Ghufron dan tetap melanjutkan proses persidangan," ujar Kurnia.
Jika terbukti Nurul Ghufron bersalah, ICW meminta Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat dengan jenis hukuman berupa “diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Pimpinan”. Hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat (3) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021.
"Perbuatan Ghufron bila nanti terbukti, benar-benar tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, ia disinyalir telah menyalahgunakan kewenangan, bahkan memperdagangkan pengaruh untuk membantu pihak tertentu di Kementerian Pertanian," ujar Kurnia.
ICW juga meminta KPK merujuk konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption) soal permasalahan etik yang melilit Nurul Ghufron.
"Bila nanti terbukti (melanggar etik), bahkan dalam kerangka hukum internasional maka perbuatan Ghufron berupa memperdagangkan pengaruh (trading in influence) tergolong sebagai tindak pidana korupsi," ujar Kurnia.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berdalih aduannya soal Albertina Ho ke Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran wewenang permintaan hasil analisis transaksi keuangan untuk salah satu pegawai lembaga antirasuah.
Ghufron menggunakan dalil pasal 4 ayat (2) huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang menyatakan dalam mengimplementasikan nilai dasar integritas, setiap insan Komisi wajib melaporkan apabila mengetahui ada dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh insan Komisi.
"Materi laporan saya dugaan penyalahgunaan wewenang berupa meminta hasil analisis transaksi keuangan pegawai KPK, padahal Dewas sebagai lembaga pengawasan KPK bukan penegak hukum dan bukan dalam proses penegakan hukum (bukan penyidik) karenanya tak berwenang meminta analisa transaksi keuangan tersebut," ujar Ghufron.
Di sisi lain, Dewas KPK mengungkapkan tengah mendalami perkara yang menjerat Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Perkara tersebut menyangkut dugaan penyalahgunaan jabatan sebagai insan KPK dalam mutasi seorang pegawai Kementerian Pertanian (Kementan).