REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN – Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan agar Perum Bulog menyerap produksi dalam negeri sebanyak-banyaknya pada periode panen raya. Stok yang diserap tersebut sebagai antisipasi untuk musim kering nanti, sehingga tidak mengandalkan beras impor.
"Saya ingin menekankan bahwa sebagai lembaga yang ditugaskan pemerintah untuk mengelola dan menyalurkan stok beras dalam rangka stabilisasi pangan, Bulog harus bergerak cepat melakukan serapan dengan memanfaatkan momentum panen raya kali ini," ujar Arief.
Berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) neraca produksi-konsumsi beras pada bulan April dan Mei 2024 masih mengalami surplus masing-masing sebesar 2,96 juta ton dan 0,62 juta ton. Namun, pada Juni 2024 diperkirakan mengalami defisit sebesar 0,45 juta ton.
"Momentum panen raya harus dijaga karena panen raya pada semester pertama ini menyumbang hingga 70 persen dari total produksi nasional. Utamanya di sentra-sentra padi seperti di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Tentunya yang kita harapkan dan ini juga menjadi atensi Bapak Presiden Jokowi bahwa pemanfaatan Cadangan Beras Pemerintah atau CBP menggunakan produksi dari dalam negeri dan sedapat mungkin meminimalisir impor," kata Arief.
Untuk mempercepat hal tersebut, Arief meminta Bulog untuk membangun sinergi dengan para penggilingan agar dapat menyuplai pasokan Gabah Kering Giling (GKG) ke Bulog. Selain itu, juga penting bagi Bulog untuk bekerja sama dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan menjemput langsung gabah/beras petani.
Menurutnya, dengan adanya infrastruktur pengolahan beras yang dimiliki Bulog berupa SPP ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daya serap secara maksimal. Adapun SPP Bulog Sragen merupakan 1 dari 7 SPP yang dimiliki Bulog yang tersebar di daerah-daerah sentra produksi. SPP Bulog Sragen dilengkapi mesin pengering dengan kapasitas 120 ton per hari, Rice Milling Unit (RMU) berkapasitas 6 ton per jam, dan 3 unit silo berkapasitas simpan 2.000 ton.
Diketahui, stok CBP Bulog saat ini secured di 1,5 juta ton yang dimanfaatkan untuk berbagai intervensi stabilisasi pangan, seperti operasi pasar dan program penyaluran bantuan pangan beras yang menyasar 22 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di seluruh Indonesia.
“Jadi sesuai arahan Bapak Presiden bahwa bantuan pangan beras ini akan dilanjutkan hingga Juni 2024 dengan catatan APBN kita mencukupi, maka kita persiapkan penyaluran bantuan pangan beras dari stok CBP (Cadangan Beras Pemerintah) ini sedapat mungkin berasal dari produksi dalam negeri,” katanya.
Sementara itu, realisasi serapan gabah/beras dalam negeri untuk CBP oleh Bulog per 28 April 2024 mencapai 169.421 ton atau 28,24 persen dari total target penyerapan sebesar 600 ribu ton sampai akhir Mei 2024.
Dengan adanya instrumen kebijakan berupa fleksibilitas harga pembelian, serapan gabah diharapkan terus dapat digenjot dan dimasifkan di seluruh wilayah khususnya di 8 sentra produksi padi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, dan Sumatera Utara. Adanya fleksibilitas ini menjadi kebijakan pemerintah untuk menjaga harga di tingkat petani tidak jatuh pada saat panen raya.
“Dengan kebijakan fleksibilitas harga gabah/beras diberlakukan hingga 30 Juni 2024 ini merupakan bentuk keberpihakan kepada para produsen gabah/beras, sedulur petani kita, sebab di musim panen ini kan harga cenderung turun. Nah untuk menjaga harga tidak anjlok tersebut Bulog membeli sesuai fleksibilitas harga ini,” ujar Arief.
Adapun kebijakan fleksibilitas HPP gabah dan beras yang diterapkan bagi Perum Bulog yakni gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang sebelumnya Rp 5.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 6.000 per kg. Sedangkan untuk gabah kering giling (GKG) di gudang Perum Bulog yang sebelumnya Rp 6.300 per kg menjadi Rp 7.400 per kg. Sementara HPP beras di gudang Perum Bulog dengan derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, dan butir menir maksimal 2 persen yang sebelumnya Rp 9.950 per kg difleksibelkan menjadi Rp 11.000 per kg.