REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan jangan sampai pengadaan alat kesehatan (alkes) ke berbagai daerah di Indonesia menjadi tidak berguna karena ketiadaan dokter spesialis.
“Jangan sampai peralatan (kesehatan) yang sudah sampai di kabupaten, kota, provinsi, tidak berguna gara-gara dokter spesialisnya tidak ada,” kata Presiden Jokowi dalam peresmian Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU) di RSAB Harapan Kita, Jakarta, Senin.
Hal tersebut ia sampaikan guna menyoroti kekurangan jumlah dokter dan dokter spesialis yang menjadi masalah terbesar di sektor kesehatan di Indonesia.
Rasio dokter di Indonesia masih berkisar 0,47 per 1.000 penduduk, sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan setiap negara memiliki rasio dokter 1 per 1.000, agar seorang dokter di suatu negara melayani 1.000 penduduk.
Sementara itu Presiden Jokowi menjelaskan distribusi alkes ke seluruh daerah telah berjalan dengan baik dan akan terus dilanjutkan ke pemerintahan berikutnya.
“Saya dalam enam bulan ini kalau ke daerah secara mendadak saya masuk ke rumah sakit dan belok ke puskesmas. Saya senang bahwa alat-alat yang diperlukan misalnya USG, sudah ada di puskesmas,” kata Kepala Negara.
Sementara di rumah-rumah sakit tingkat kabupaten/kota dan provinsi juga telah memiliki peralatan seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI), mammogram, dan cath lab guna mendukung penanganan sejumlah penyakit kronis.
“Tetapi kemudian keluhannya selalu adalah dokter spesialis yang tidak ada. Ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) kita menurut saya, karena rasio dokter berbanding penduduk kita 0,47 dari 1.000,” ujar Presiden Jokowi.
Dalam menangani kurangnya dokter dan dokter spesialis di Indonesia, Presiden menegaskan perlu dilakukan terobosan, termasuk dengan menggerakkan 24 fakultas kedokteran di Indonesia dan 420 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk menjadi rumah sakit pendidikan untuk memproduksi lebih banyak dokter.
Presiden Jokowi pun mendorong agar distribusi alkes ke seluruh daerah terus dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya, untuk mempersiapkan bonus demografi Indonesia yang diperkirakan terjadi pada 10-15 tahun ke depan.
“Mengenai rumah sakit yang belum dikirimi MRI, mammogram, dan di puskesmas belum ada USG, IKG, agar betul-betul segera bisa terlaksana, tentu tidak dalam masa pemerintahan saya tetapi masa pemerintahan presiden baru,” kata Presiden Jokowi.