Ahad 12 May 2024 13:21 WIB

Kecelakaan Bus di Ciater, Komisi V DPR: Sanksi Tegas PO Bodong

Kerap terulang kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata yang tidak memiliki izin.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Siswi yang selamat dari kecelakaan bus pariwisata di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, berada di dalam bus setibanya di Depok, Jawa Barat, Ahad (12/5/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
Siswi yang selamat dari kecelakaan bus pariwisata di Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, berada di dalam bus setibanya di Depok, Jawa Barat, Ahad (12/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR Sigit Sosiantomo meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan sanksi tegas kepada perusahaan otobus (PO) yang tidak memiliki izin operasi menyusul kecelakaan bus pariwisata di Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang menewaskan 11 orang. Sigit mengaku prihatin dengan terulangnya kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata yang tidak memiliki izin. 

"Untuk memberikan efek jera, selain sanksi pidana sesuai dengan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Kemenhub harus memberikan sanksi administratif yang tegas," ujar anggota dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR tersebut di Jakarta, Ahad (12/5/2024).

Baca Juga

Sigit menegaskan Kemenhub tidak boleh berkompromi dengan perusahaan-perusahaan bus yang berani melawan aturan dan telah 'membunuh' masyarakat yang tak berdosa. Jika perlu, kata Sigit, pemilik bus tidak diperkenankan untuk mendirikan PO dalam kurun waktu yang lama, bahkan seumur hidup.

"Jika pemerintah masih mau menganggap keselamatan penumpang menjadi prioritas, harus ada tindakan tegas dan keras kepada PO-PO yang jelas-jelas melanggar aturan," ucap Sigit. 

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan Kemenhub pada awal Februari 2024, Sigit menyampaikan, hanya sekitar 36 persen bus pariwisata di Jabodetabek yang memenuhi syarat administrasi. Sigit menyebut terdapat 64 persen bus pariwisata yang tidak laik jalan, dengan di antaranya ada yang bodong atau tidak memiliki izin. 

"Jadi, sebenarnya Kemenhub sudah tahu kondisi sebenarnya, hanya saja karena tidak ada sanksi tegas, jadi bus pariwisata yang tidak laik dan tidak berizin ini tetap bisa beroperasi," sambung Sigit. 

Sigit mendorong pemerintah tegas menertibkan perusahaan-perusahaan bus ini nakal dalam menekan potensi kecelakaan. Selain sanksi tegas administratif, Sigit juga meminta aparat hukum memberikan sanksi pidana berat kepada pengemudi dan pemiliki bus pariwisata yang mengalami kecelakaan di Ciater. 

Sesuai dengan UU LLAJ, sopir bisa dikenakan pidana maksimal enam tahun penjara dan untuk kendaraan yang tidak memenuhi syarat laik jalan serta tidak memiliki izin masing-masing dipindana kurungan selama dua tahun. Sigit menilai Bus Trans Putera Fajar banyak melakukan pelanggaran, mulai dari tidak laik jalan bahkan tidak memiliki izin operasi. 

"Sudah selayaknya sanksi pidana dengan hukuman maksimal diberikan supaya memberikan efek jera," lanjut Sigit. 

Sigit juga meminta PO bus Trans Putra Fajar memberikan ganti rugi kepada para korban sesuai aturan. Berdasarkan pasal  Pasal 192 UU LLAJ, perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang. Sigit meminta Kemenhub lebih ketat mengawasi kelaikan bus-bus yang beroperasi untuk menghindari kecelakaan fatal yang berujung pada korban jiwa.

"Banyaknya kejadian menunjukkan pemerintah dan aparat lemah dalam mengawasi angkutan umum serta tidak tegas terhadap pelaku pelanggaran," kata Sigit. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement