REPUBLIKA.CO.ID,GAZA -- Pasukan Israel bergerak semakin ke dalam reruntuhan di Gaza utara untuk menduduki wilayah pejuang Hamas. Sementara tank-tank dan pasukan Israel terus bergerak maju ke Rafah, memaksa warga sipil Palestina terpaksa kembali mengungsi mencari tempat aman.
Sejumlah pertempuran paling intensif dalam beberapa pekan terakhir pecah di utara dan selatan Gaza. Operasi militer Israel di Rafah yang berbatasan dengan Mesir menutup jalur pasokan bantuan kemanusiaan. Kelompok-kelompok kemanusiaan mengatakan hal ini memperburuk situasi yang sudah sangat parah.
Ratusan ribu warga Palestina terpaksa berpindah tempat lagi. Sekitar setengah dari populasi Gaza mencari perlindungan di Rafah setelah Israel memerintahkan evakuasi dari Gaza utara bulan Oktober lalu.
Pihak berwenang kesehatan Gaza mendesak masyarakat internasional menekan agar akses bantuan kemanusiaan lewat perbatasan di selatan dibuka kembali. Sehingga bantuan, obat-obatan dan bahan bakar untuk rumah sakit dan ambulans dapat tiba di Gaza.
"Korban luka dan orang sakit meninggal perlahan-lahan karena tidak ada pengobatan dan pasokan dan mereka tidak bisa melakukan perjalanan," kata pihak berwenang kesehatan Gaza, Senin (13/5/2024).
Pada Senin kemarin seorang staf asing PBB tewas usai mobil bertanda PBB yang dikendarainya ditembak pasukan Israel di Rafah. Juru bicara PBB mengatakan pembunuhan ini menandai kematian staf asing PBB pertama di Gaza. Sementara total staf PBB yang tewas selama perang Israel di Gaza sudah mencapai 190 orang.
Pasukan Israel juga menyerbu kamp pengungsian Jabalia yang dihuni pengungsi Palestina yang diusir dari rumahnya dalam peristiwa Nakba pada tahun 1948. Serangan dilakukan meski beberapa bulan yang lalu Israel mengklaim sudah membersihkan pejuang Hamas di daerah itu.
Warga berlarian di jalanan yang penuh dengan puing-puing sambil membawa tas berisi barang bawaan. Peluru tank mendarat di tengah kamp dan pejabat kesehatan setempat mengatakan mereka menemukan 20 korban jiwa dalam serangan udara semalam.
"Kami tidak tahu ke mana harus pergi. Kami telah mengungsi dari satu tempat ke tempat lain... Kami berlarian di jalanan. Saya melihatnya dengan mata kepala sendiri. Saya melihat tank dan buldoser. Di jalan,” kata seorang perempuan yang tidak bersedia menyebutkan namanya.