REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementeriah Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan bertujuan untuk menjamin semua peserta BPJS Kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang sama baiknya. Sebab, saat ini tidak semua rumah sakit memiliki standar yang sama.
"Dengan komponen itu, menjamin semua peserta ini mendapatkan layanan yang sama, termasuk pelayanan medis maupun non medis," ucap Juru Bicara Kemenkes Muhammad Syahril dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Dia menyebutkan, dengan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), maka tidak ada lagi ruang rawat inap kelas III yang berisi lima hingga delapan tempat tidur. Dengan KRIS, rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus menyediakan kamar rawat inap yang sesuai dengan 12 standar yang telah ditetapkan dengan jumlah kasur maksimal empat temat tidur.
“Sekarang bagaimana mengatur rumah sakit yang sudah ada kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Tidak apa-apa. Kelas 1 kan sekarang dua tempat tidur. Kelas 2 ada yang tiga, juga ada yang empat, aman. Nah yang kelas 3 ini yang tadinya ada lima hingga tujuh diharapkan maksimal ruangannya empat (tempat tidur),” kata dia.
Syahril menjelaskan, ketentuan maksimal empat tempat tidur itu diberlakukan di antaranya untuk menjamin mutu dan keselamatan pasien peserta BPJS. Dengan ketentuan yang ada itu pula maka pasien peserta BPJS dapat lebih merasa nyaman ketika dirawat di rumah sakit.
Di samping kamar KRIS yang ditetapkan harus berjumlah minimal 40 persen untuk rumah sakit swasta dan 60 persen untuk rumah sakit milik pemerintah, pada praktiknya nanti juga akan ada kelas rawat inap non standar. Di mana, kelas rawat inap non standar itu adalah kelas eksekutif atau VIP.
“Setelah Perpres itu memang kalau dalam implementasinya rawat inap itu akan ada dua, yaitu kelas rawat inap standar dan non. Artinya di luar itu, artinya VIP atau eksekutif,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan Irsan Moeis menekankan tidak ada amanat penyesuaian tarif dalam Perpres anyar tersebut. Perpres itu, kata dia, hanya mengatur masa transisi saja yang berlaku hingga 30 Juni 2025 mendatang.
"Nanti hasil dari evaluasi tersebutlah akan dilihat penetapan tarifnya, manfaatnya, dan iurannya. Jadi apakah dibutuhkan iuran baru, tarif baru, manfaatnya, ini dievaluasi," kata dia.