Kamis 16 May 2024 22:49 WIB

Dari Paris ke Jepang, Suara Mahasiswa Menggema Lantang Bela Palestina 

Para mahasiswa dari seluruh dunia suarakan bela Palestina

Anggota kelompok Jaringan Mahasiswa untuk Palestina melakukan protes di luar kantor pusat perusahaan pelayaran dan logistik Israel, di Naples, Italia, (10/5/2024).
Foto: ANSA
Anggota kelompok Jaringan Mahasiswa untuk Palestina melakukan protes di luar kantor pusat perusahaan pelayaran dan logistik Israel, di Naples, Italia, (10/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS— Memperingati 76 tahun peristiwa Nakba, mahasiswa dari berbagai universitas di Paris pada Rabu (15/5) berkumpul di Alun-alun Sorbonne untuk mengecam aksi Israel di Gaza dan dugaan keterlibatan kekuatan imperialis.

Mereka juga mengkritik kebijakan pemerintah Prancis dalam konflik tersebut dan menuntut penghentian kriminalisasi terhadap solidaritas untuk rakyat Palestina serta mendesak boikot akademis terhadap Israel.

Baca Juga

Komite mahasiswa mengelar aksi protes menyusul evakuasi di universitas Sorbonne pekan lalu dan penangkapan 86 mahasiswa oleh aparat polisi.

“Kami di sini untuk memastikan bahwa Nakba belum berakhir dan rakyat Palestina masih menderita akibat perang yang bukan dimulai pada 7 Oktober, melainkan sejak 76 tahun silam,” kata salah satu mahasiswa universitas Sorbonne, Sacha kepada Anadolu.

Nakba atau bencana merujuk pada pengungsian paksa sekitar 750 ribu warga Palestina dari rumah mereka pada 1948.

Menggambarkan kekerasan yang dilakukan aparat, banyak mahasiswa dari universitas Sciences Po turut serta dalam protes tersebut. Mereka pun angkat bicara.

Selain itu, anggota Konfederasi Serikat Buruh (CGT) dan Perusahaan Kereta Api Nasional Prancis (SNCF) juga bergabung dalam aksi tersebut untuk menunjukkan dukungannya terhadap para mahasiswa.

Kalangan mahasiswa di Jepang, di tengah gelombang solidaritas mahasiswa global bagi Palestina, menuntut pihak universitas untuk menghentikan segala jenis kolaborasi dengan Israel, termasuk penelitian militer.

Para mahasiswa pro Palestina, yang berkemah di Universitas Kyoto, pada Rabu menyerahkan memo kepada pihak universitas yang berisi desakan kepada Rektor Universitas Kyoto Nagahiro Minato untuk secara terbuka mengutuk kekerasan terhadap warga sipil Palestina.

Dalam memo berisi empat poin yang dibagikan kepada Anadolu, Asosiasi Universitas Kyoto untuk Solidaritas dengan Rakyat Palestina mendesak universitas untuk membatalkan nota kesepahaman dengan Universitas Tel Aviv di Israel  “tempat penelitian militer dilakukan.”

"Kami mendesak Universitas Kyoto untuk menjauhkan diri dari segala bentuk kolaborasi, kemitraan, atau dukungan secara langsung maupun tidak langsung kepada militer Israel atas tindakannya terhadap warga sipil Palestina," bunyi memo tersebut.

Langkah-langkah itu termasuk “menahan dana penelitian, transfer teknologi, atau bentuk bantuan lainnya yang dapat digunakan untuk melanggengkan kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia,” bunyi memo tersebut.

Asosiasi tersebut juga menuntut pihak universitas “memberikan bantuan dan dukungan kepada mahasiswa Palestina” selain mendorong dialog dan pemahaman.

"Kami menyerukan Universitas Kyoto untuk memfasilitasi forum akademis, seminar, dan diskusi yang mendorong dialog dan pemahaman tentang konflik Israel-Palestina,” katanya.

“Dengan mendorong wacana terbuka dan perspektif yang beragam, kita dapat berkontribusi pada upaya pembangunan perdamaian dan meningkatkan empati dan saling menghormati di antara mahasiswa dan dosen.”

Masashi Kawano, seorang kandidat PhD dan anggota asosiasi, mengatakan kepada Anadolu bahwa otoritas Universitas Kyoto “mempekerjakan penjaga keamanan untuk memantau pergerakan mahasiswa dan sering terjadi tindakan keras.”

"Namun sejauh ini, situasi tidak seagresif di Amerika Serikat maupun di Eropa," kata Kawano, saat mengacu pada tindakan keras terhadap para mahasiswa pro Palestina yang berdemonstarsi di AS dan Eropa.

 

Kawano mengatakan asosiasi tersebut mulai aktif sejak 2019 dan kegiatan utama kelompok itu adalah pengkajian serta pemutaran film tentang Palestina.

“Kami telah mengorganisasi aksi dan demonstrasi menyusul memburuknya situasi sejak 10/7 (7 Oktober),” katanya. Rentetan protes pro Palestina juga terjadi di Australia dan Korea Selatan.

Jumat lalu, demonstran pro Palestina berkumpul dan berunjuk rasa di pusat Seoul, ibu kota Korea Selatan. Mereka meneriakkan "bebas, bebaskan Palestina".

Sambil membawa spanduk, seperti “Hentikan invasi darat ke Rafah,” para pengunjuk rasa menuntut penghentian perang di Gaza.

Aksi demo mahasiswa yang mendukung Palestina, yang menghadapi bombardemen tanpa henti oleh Israel sejak 7 Oktober 2023, telah mengguncang kampus universitas di seluruh dunia.Polisi dan para petugas intelijen menyerbu perkemahan mahasiswa di Amerika Serikat.

Pasukan Israel menggempur Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina, Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang.

Menurut otoritas kesehatan Palestina, lebih dari 35.200 warga Palestina terbunuh, kebanyakan perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 79 ribu orang lainnya terluka.

Sementara itu, di Tepi Barat hampir 500 warga Palestina terbunuh dan ribuan lainnya terluka. Tentara Israel juga melakukan penangkapan setiap harinya.

Israel dituduh melakukan “genosida” lewat gugatan yang dilayangkan di Mahkamah Pidana Internasional (ICJ).

Putusan sementara ICJ memerintahkan Tel Aviv untuk memastikan pasukannya tidak melakukan aksi genosida dan untuk mengambil sejumlah langkah guna menjamin bahwa bantuan kemanusiaan menjangkau warga sipil di wilayah kantong tersebut.

photo
BUKTI GENOSIDA ISRAEL - (Republika)

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement