Jumat 17 May 2024 20:45 WIB

Soal RUU Penyiaran, KIP Ingatkan Kerja Wartawan Jangan Dihalangi

Peran wartawan penting guna menyebarluaskan informasi kepada publik.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ketua Komisi Informasi Pusat Donny Yoesgiantoro.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Ketua Komisi Informasi Pusat Donny Yoesgiantoro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Donny Yoesgiantoro mengingatkan kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Sehingga Donny meyakini kerja wartawan tidak boleh dihalangi.

Hal tersebut dikatakan Donny menyangkut revisi Undang-Undang Penyiaran yang berpotensi mengganggu kerja jurnalistik. 

"Memang kita masing-masing punya UU. Saya juga dengan Dewan Pers saya pernah satu panggung dengan ketua Dewan Pers itu mengatakan bahwa wartawan tidak boleh dihalang-halangi," kata Donny kepada wartawan di sela media briefing Pelaksanaan Indeks Keterbukaan Informasi Publik 2024 pada Jumat (17/5/2024).

Donny mengatakan KIP menekankan pada keterbukaan akses informasi yang lebih baik di Indonesia. Donny mencontohkan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang membebaskan wartawan untuk melakukan aktivitas jurnalistik di sana. 

"Di Kejagung tadinya ada wartawan khusus untuk Kejagung. Sekarang dengan kapuspen, (wartawan Kejagung) dibubarkan, semua wartawan boleh (meliput di Kejagung). Kalau saya lebih ke arah jenis informasi, akses terhadap informasi," ujar Donny. 

Donny menegaskan peran wartawan penting guna menyebarluaskan informasi kepada publik. Sehingga Donny menekankan badan publik pun memerlukan peran wartawan. 

"Kami juga katakan ke badan publik, percuma kalian punya ketersediaan informasi tapi tidak bisa diakses. Bisa diakses oleh publik tapi kalau kalian tidak mendesiminasi informasi," ucap Donny.

Walau demikian, Donny tak berkenan merespon lebih lanjut soal UU Penyiaran. Donny berpegang pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang merupakan kewenangan KIP. 

Sebelumnya, RUU Penyiaran dinilai mengancam kebebasan pers lantaran mengatur pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Pelarangan tersebut tercantum dalam Pasal 50B ayat (2) draf RUU Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024. 

Selanjutnya, pada Pasal 50B ayat (3) mengatur sanksi kalau melanggar aturan pada ayat (2) itu. Dimulai dari sanksi teguran tertulis, pemindahan jam tayang, pengurangan durasi isi siaran dan konten bermasalah, penghentian sementara siaran, denda, sampai ke tahap rekomendasi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Bahkan pada Pasal 50B ayat (4) disebutkan bahwa pengisi siaran bisa dikenakan sanksi berupa teguran dan/atau pelarangan tampil.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement