REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan alasan kenaikan kredit macet (NPL) di bank perekonomian rakyat (BPR). NPL di BPR naik mencapai 10,55 persen pada Februari 2024 dibandingkan periode yang sama pada 2023 sebesar 8,42 persen.
“Peningkatan NPL BPR/S dipengaruhi di antaranya oleh berakhirnya kebijakan restrukturisasi dan persaingan usaha debitur yang semakin kompetitif sehingga meningkatkan eksposur risiko kredit,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, Jumat (17/5/2024).
Dia menjelaskan untuk memitigasi dampak negatif atas peningkatan rasio NPL tersebut, rasio CAR BPR dan BPRS tetap dijaga. Rasio CAR BPR dan BPRS pada Maret 2024 tetap dijaga pada level 32,60 peraen dan 23,56 persen.
Selain itu, rasio CAR yang berada jauh di atas threshold tersebut menunjukan bahwa BPR/S memiliki ketahanan permodalan yang mampu menyerap risiko yang dihadapi. Terutama BPR/S yang bisa menghadapu risiko kredit.
“Oleh karena itu konsolidasi industri dan pemenuhan moda inti minimum terus didorong untuk menjaga ketahanan industri BPR/S dari tantangan perkembangan dan persaingan,” ucap Dian.
Selain itu untuk memitigasi risiko kredit, BPR/S juga aktif membentuk cadangan kerugian. Dian menegaskan hal tersebut sebagai buffer apabila terdapat penurunan kualitas kredit.
Saat ini, OJK tengah melakukan pengurangan dan konsolidasi BPR/S dalam rangka penguatan. Dian menuturkan akan ada pengurangan sekitar ratusan BPR/BPRS lagi dalam prosesnya.
Saat ini, jumlah BPR di Indonesia sebanyak 1.566 bank pada Maret 2024. Angka tetsebut menyusut 57 bank dari sebelumnya pada Desember 2021 mencapai 1.623 BPR.
Sepanjang lima bulan pertama tahun 2024 ini, terdapat 11 BPR yang telah dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan. Jumlah bank jatuh tahun ini sudah melebihi rata-rata sebelumnya.