Rabu 22 May 2024 12:25 WIB

Pembatasan Kendaraan di Tol MBZ tidak Terkait Kualitas Konstruksi

Larangan kendaraan besar melintasi Tol MBZ dibahas Kemenhub, Polri, dan BPJT.

Rep: Antara/Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Sejumlah kendaran melintas di jalan tol layang MBZ dan Jakarta-Cikampek di Bekasi, Jawa Barat (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
Sejumlah kendaran melintas di jalan tol layang MBZ dan Jakarta-Cikampek di Bekasi, Jawa Barat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Politeknik Transportasi Darat Indonesia (PTDI) Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Pandu Yunianto menjelaskan, pembatasan kendaraan yang melintasi Tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ), Jawa Barat, tidak ada kaitannya dengan permasalahan kualitas struktur jalan layang tersebut.

Pandu yang menjabat Direktur Lalu Lintas Jalan Kemenhub ketika proses penggarapan dan penyelesaian Tol Layang MBZ Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang menyebut, pembatasan kendaraan tidak terkait dengan konstruksi jalan tol layang tersebut.

"Terkait dengan struktur kami tidak tahu, sehingga pertimbangan kami tidak terkait dengan masalah struktur. Pertimbangannya adalah aspek keselamatan dan aspek kelancaran," ujar Pandu saat dihadirkan sebagai saksi dalam perkara korupsi proyek pembangunan Tol Layang MBZ di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024).

Pandu menjelaskan, larangan kendaraan besar, yakni bus dan truk sudah dibahas dalam rapat bersama antara Kemenhub, Korlantas Polri, dan Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT). Hasil rapat itu kemudian dijadikan rekomendasi yang harus diterapkan sebelumnya Tol Layang MBZ resmi dioperasikan pada 2019.

Pertimbangannya, menurut Pandu, data kasus kecelakaan yang di jalan tol. Pada saat itu, sambung dia, cukup banyak kasus kecelakaan di tol yang diakibatkan oleh truk dan bus. Selain itu, pertimbangan lain adalah tidak adanya jalur darurat untuk kendaraan bermasalah di bagian turunan Tol Layang MBZ.

"Kami tidak bicara konstruksi atau struktur, tapi kami melihat kondisi yang ada. Di mana pada KM 47 itu tidak ada tempat untuk kondisi darurat, jalur darurat, sehingga kalau terjadi kecelakaan akan lebih parah," ucap Pandu.

"Di KM (kilometer) 47 itu ada pertemuan lalu lintas tol Japek jalur bawah. Sehingga kalau bus atau truk diizinkan melalui atas, kemudian mengalami kendala, dia akan meluncur ke bawah dan itu membahayakan kendaraan lain," ucap Pandu menjelaskan.

Dalam perkara itu, jaksa KPK menduga telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 510 miliar dalam proyek konstruksi pembangunan Tol MBZ. Kerugian itu ditimbulkan oleh eks Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas, dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting Tony Budianto Sihite.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement