Sabtu 25 May 2024 19:05 WIB

2 Ulama Kakak Beradik Abad Pertengahan yang Tolak Musik Dianggap Haram dan Alasannya

Polemik musik kembali mencuat di publik Indonesia

Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pertunjukan musik. Polemik musik kembali mencuat di publik Indonesia
Foto:

Master Choa Kok Sui, penulis buku best seller “Pranic Healing” (1998), mempunyai pengalaman menarik dengan musik. Seorang pasien penderita penyakit akut datang kepadanya untuk berobat. Master Choa mempersilakan pasien duduk santai dan tenang. Kemudian diperdengarkan musik kepadanya. Beberapa saat kemudian pasien tadi sembuh dan ia merasa ada sesuatu yang keluar dari dalam tubuhnya.

Pentingnya musik

Sebagai mistikus, Imam al-Ghazali dan adiknya, Ahmad al-Ghazali, menempatkan musik sebagai sarana menggelorakan rasa cinta Ilahi, mengantarkan seorang sufi ke derajat kesempurnaan dan menjadikannya sampai ke level musyahadah (penyaksian).

Menurut Margareth Smith, al-Ghazali sebagai penyair jenius, ternyata sangat menyukai musik. Dalam “al-Hikmat fi Makhluqat Allah” (Kairo, 1321H), al-Ghazali menulis apresiasinya yang sangat mendalam terhadap musik.

“Orang tuli tidak mampu menikmati suara merdu dan notasi musik, keberadaannya sama saja dengan tidak ada, sekalipun hadir, dia dianggap telah mati selagi hidup,” tulis al-Ghazali.

Al-Ghazali merasa risau terhadap ulama-ulama ortodoks yang mempersoalkan boleh-tidaknya musik dan lagu. Musik dan lagu yang semata-mata untuk hiburan sekalipun tidak mungkin dilarang. Yang terpenting musik tidak sampai menjurus ke arah perbuatan dosa.

Apalagi jika musik tersebut untuk kesehatan jiwa dan membangkitkan semangat, maka mendengarkan musik merupakan keniscayaan bagi manusia. Baginya, musik memiliki pengaruh yang bisa membangkitkan rindu kepada Tuhan.

Dalam musik seseorang bisa mengungkap rasa cintanya, sehingga terjadi hubungan antara si mistis dengan Tuhan telah tersambung antara irama musik dan jiwa manusia. Ruh manusia sangat rentan terhadap irama, dan musik dapat menyebabkan adanya rasa rindu, sayang, sedih, dan ekspansi serta kontraksi (Margareth Smith, 2000:95).

Pembelaan yang sama diperlihatkan oleh adik kandung al-Ghazali, Ahmad al-Ghazali. Sang adik mengarang buku khusus yang berisi pembelaan terhadap musik. Bukunya, Bawariq al-‘Ilma fi al-Rad ‘ala Man Yuharrim al-Sama’ bi al-Ijma’ (Dalam Dr Abdul Muhaya, 1998) berisi penolakan dan penyangkalannya terhadap pendapat-pendapat ulama yang mengharamkan musik dengan berbagai dalil baik yang manqul (Alquran dan Hadis) maupun yang ma’qul (rasional).

Bahkan tanpa tedeng aling-aling, Ahmad al-Ghazali menggolongkan mereka sebagai kafir. Sebagaimana kakaknya, Ahmad al-Ghazali menganggap musik sebagai sarana roh manusia dalam menapaki jalan-jalan spiritual menuju Tuhan. Bagi pemula, musik dapat meningkatkan kualitas spiritualitasnya. Bagi ahl ‘irfan, musik dapat mengantarkannya ke derajat tauhid murni.

Faedah musik

Pembelaan Ahmad al-Ghazali terhadap musik ini disebabkan oleh adanya faedah atau manfaat yang terkandung di dalamnya. Pertama, musik dapat menghilangkan sampah batin dan sekaligus dapat melahirkan dampak penyaksian (musyahadah) terhadap Allah SWT di dalam hati.

Menurutnya, “Ketika suara yang serasi memberikan pengaruh ke batin, maka dia akan menggerakkan roh untuk mencari peningkatan, lalu jasad pun bergerak disebabkan oleh gerakan roh. Maka di dalam wujud batin terjadilah kehangatan. Kemudian bercerai-berai sampah (fudhalat), dan tampaklah pengaruh penyaksian terhadap Allah di dalam hatinya. Dan semua itu terjadi dengan mendengarkan musik”.

Kedua, musik dapat menguatkan hati dan cahaya rohani. Ketiga, musik dapat melepaskan seseorang dari berbagai urusan yang dihadapi sehari-hari, dan menjadikan ia mudah menerima berbagai macam rahasia yang bersifat esoteris.

Keempat, mendengarkan musik, hati menjadi gembira, dan ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan fisik. Dan kelima, musik bisa mempercepat dalam pencapaian ekstasi.

Uraian al-Ghazali dan adiknya mengenai musik merupakan sebuah indikasi adanya manfaat yang sangat besar di dalamnya. Karena itu, dalam memainkan musik yang ditekankan adalah aspek spiritualitasnya.

Artinya, musik yang dihasilkan haruslah mampu menggugah rohani manusia. Bukan sekadar musik hiburan an sich atau hanya semata-mata komersial dan sensual.

 

photo
Mendengarkan musik dapat menghasilkan dopamin di otak. - (Republika.co.id)

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement