REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nasir Tajang (PHD-PIH Provinsi DKI Jakarta Tahun 2024)
Hajar Aswad adalah batu yang terletak di sudut sebelah tenggara Ka'bah yang merupakan sudut dimulainya ibadah tawaf. Sebagian ulama berpendapat bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu dari surga yang awalnya berbentuk putih bersinar dan dapat menerangi Jazirah Arab, dan sebagian berpendapat meteor yang jatuh.
Diyakini bahwa yang menemukan pertama Hajar Aswad adalah Nabi Ismail as, adapun yang meletakkannya adalah Nabi Ibrahim as. Utuh dipasang di dinding Ka'bah oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 605 masehi, lima tahun sebelum wahyu pertama diterima Rasulullah.
Mencium Hajar Aswad, tidaklah termasuk rukun dan wajib haji, dan juga tidak masuk rukun tawaf. Hukum menciumnya adalah sunnah dan Rasulullah selalu menciumnya di saat tawaf.
Terkait mencium Hajar Aswad ada pernyataan yang terkenal yang disampaikan Umar bin Khattab. "Aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak dapat memberi manfaat atau mudarat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu."
Sayyidina Ali bin Abi Thalib menambahkan apa yang menjadi pernyataan Umar tersebut bahwa benar batu tersebut tidak mampu memberi manfaat dan mudharat, tetapi mencium dengan memahami maknanya akan memberikan manfaat. Karena, kalau tidak memberikan manfaat mustahil Rasulullah menciumnya dan menganjurkan untuk menciumnya.
Para ulama memberikan penjelasan bahwa Hajar Aswad adalah simbol tangan kanan Allah SWT. Sebagaimana lazimnya kalau seseorang melakukan perjanjian mereka akan berjabat tangan sebagai bentuk komitmen akan melaksanakan kesepakatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, ia akan mencium tangan mitranya jika ia mengagungkannya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa tawaf yang kita laksanakan bermakna mengikat janji setia kepada Allah untuk selalu menuhankan-Nya, menaati semua aturan-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, sebagaimana kesaksian yang pernah kita ikrarkan di saat penciptaan kita: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi." (QS Al-A'raf:172)
Maka mencium Hajar Aswad, berarti kita memuliakan dan mengagungkan Allah SWT dimana kita telah mengikat janji setia dan berkomitmen akan melaksanakan janji setia tersebut di saat kita tawaf. Memuliakan dengan mitra janji setia, tentu tidak hanya sekedar mencium tangannya, tetapi melaksanakan janji setia tersebut dengan sebaik-baiknya.
Jadi, mencium Hajar Aswad bukanlah kebanggaan atau cerita heroik sesaat, tetapi upaya memegang janji setia tersebut sepanjang hidup di kandung badan itulah pengagungan kepada Allah SWT yang sesungguhnya.