Selasa 04 Jun 2024 19:24 WIB

Mengenang Kembali Ebrahim Raisi dan 4 Sikap Kerasnya Terhadap Barat dan Israel

Alharhum Ebrahim Raisi dikenal sosok yang tegas

Rep: Lintar Satria, Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Tentara Iran membawa peti jenazah Presiden Ebrahim Raisi dan pejabat tinggi Iran lainnya yang tewas dalam kecelakaan helikopter saat rangkaian prosesi upacara pemakaman di kota Tabriz, Iran, Selasa (21/5/2024). Prosesi pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi dimulai pada Selasa (21/5/2024) di Tabriz yang selanjutnya akan digelar selama beberapa hari kedepan hingga nantinya almarhum Ebrahim Raisi akan dimakamkan di Mashhad pada Kamis (23/5/2024) nanti. Selama prosesi pemakaman Ebrahim Raisi, pemerintah Iran memberlakukan libur nasional dan menutup aktivitas kantor.
Foto: EPA-EFE/IRANIAN PRESIDENCY
Tentara Iran membawa peti jenazah Presiden Ebrahim Raisi dan pejabat tinggi Iran lainnya yang tewas dalam kecelakaan helikopter saat rangkaian prosesi upacara pemakaman di kota Tabriz, Iran, Selasa (21/5/2024). Prosesi pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi dimulai pada Selasa (21/5/2024) di Tabriz yang selanjutnya akan digelar selama beberapa hari kedepan hingga nantinya almarhum Ebrahim Raisi akan dimakamkan di Mashhad pada Kamis (23/5/2024) nanti. Selama prosesi pemakaman Ebrahim Raisi, pemerintah Iran memberlakukan libur nasional dan menutup aktivitas kantor.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Kepergian almarhum Presiden Iran Ebrahim Raisi meninggalkan duka mendalam bagi negeri asal para mullah tersebut, sekaligus kehilangan mendalam bagi dunia Islam.

Sosok yang wafat dalam kecelakaan helikopter pada Ahad (19/5/2024) lalu itu meninggal dalam perjalanan kembali dari upacara pembukaan bendungan di perbatasan Iran dengan Azerbaijan.  Helikopter yang membawa Sang Oresiden dan rombongan jatuh di Varzaqan, barat laut Iran, pada hari itu.

Baca Juga

Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian dan beberapa pejabat tinggi provinsi juga berada di dalam helikopter tersebut dan semuanya menjadi korban jiwa.

Semasa hidupnya, hingga menjabat orang nomor satu di pemerintahan, Raisi dikenal mempunyai sejumlah prinsip tegas melawan hegemoni Barat dan kesemena-menaan Zionis Israel. 

Washington Post melaporkan Raisi merupakan orang yang disebut akan menjadi Pemimpin Tertinggi Iran selanjutnya. Menggantikan Ayatollah Ali Khamenei yang berusia 85 tahun. Berikut ini beberapa bentuk nyata perlawanan Raisi terhadap Barat dan Israel. 

Pertama, Presiden Iran Ebrahim Raisi optimistis Palestina dapat memenangkan pertempuran melawan Israel. Hal itu disampaikan saat militer Israel memulai fase pertempuran baru di wilayah selatan Jalur Gaza.

Raisi meyakini pembunuhan terhadap anak-anak dan perempuan di Gaza akan mengakhiri kekuasaan Israel. “Insya Allah kita akan menyaksikan kemenangan Palestina dan kehancuran Israel serta pemerintahan palsunya,” ujar Raisi saat berpidato di parlemen Iran, Selasa (5/12/2023).

Kedua, Raisi mengatakan negaranya mendukung upaya BRICS untuk menghilangkan ketergantungan pada dolar AS. Saat ini Iran diketahui sudah diterima menjadi anggota baru BRICS.

“Republik Islam Iran dengan tegas mendukung keberhasilan upaya BRICS sejalan dengan de-dolarisasi dari perdagangan dan interaksi ekonomi antar anggota dan juga penggunaan mata uang lokal,” kata Raisi saat menghadiri KTT BRICS, Kamis (24/8/2023), dikutip laman Al Arabiya.

Dia pun mengapresiasi keputusan BRICS untuk memperluas keanggotaan. Menurutnya, saat ini kepercayaan global terhadap efektivitas BRICS semakin meningkat. “BRICS dapat membantu memecahkan permasalahan komunitas internasional,” ujar Raisi.

Pada Kamis lalu, Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa telah mengumumkan bahwa BRICS akan menerima enam anggota baru. “Kami memutuskan untuk mengundang Argentina, Mesir, Republik Demokratik, Federal Ethiopia, Republik Islam Iran, Kerajaan Arab Saudi, dan UEA untuk menjadi anggota penuh BRICS. Keanggotaan akan berlaku mulai 1 Januari 2024,” ucapnya.

Ketiga, Raisi yang berusia 63 tahun mengambil sikap tegas dalam perundingan untuk mengaktifkan kembali perjanjian nuklir dengan enam kekuatan dunia lainnya. Ia melihat peluang meraih keringanan sanksi-sanksi Amerika Serikat dengan menahan program nuklir Iran.

Kelompok garis keras Iran semakin tegas setelah Amerika Serikat menarik pasukannya dari Afghanistan dan perubahan kebijakan Washington. Pada 2018 lalu mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjian nuklir Joint Comprehensive Plan of Action (JPOA) dan menjatuhkan kembali sanksi-sanksi pada Iran.

Teheran membalasnya dengan melanjutkan program nuklirnya. Langkah Iran menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Pemerintah Presiden AS Joe Biden mencoba menghidupkan kembali JCPOA dalam perundingan tak langsung dengan Iran.

Keempat, Raisi berbagi pandangan dengan Khamenei tentang Barat. Populis anti-korupsi itu juga mendukung upaya swasembada ekonomi Khamenei dan strateginya memperkuat kelompok-kelompok proksi di seluruh Timur Tengah.

Saat rudal Israel membunuh perwira-perwira Garda Revolusi Iran di Suriah pada bulan April lalu. Iran membalasnya dengan mengerahkan ratusan rudal dan drone ke wilayah Israel.

Raisi mengatakan setiap pembalasan Israel ke wilayah Iran dapat mengakibatkan tidak ada lagi yang tersisa dari “rezim Zionis.”

"Raisi seseorang yang dipercaya Khamenei, Raisi dapat melindungi warisan pemimpin tertinggi," kata deputi direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara lembaga think-tank Chatham House, Sanam Vakil.

Ulama berintegritas 

Raisi lahir di kota Masyhad, Iran pada 14 Desember 1960. Sebelum menjadi presiden Iran, Ebrahim Raisi adalah seorang ulama, jaksa, dan politikus Iran yang menjabat sebagai kepala peradilan Iran pada tahun 2019-2021, kemudian menjadi presiden Iran pada 2021 sampai saat ini.

Raisi...

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement