REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) meminta Majelis Hakim agar pemblokiran terhadap rekeningnya dicabut. SYL mengeklaim kesulitan membayar kebutuhan hidupnya karena pemblokiran tersebut.
Hal itu dikatakan SYL saat diberi kesempatan hakim untuk memberi tanggapan dalam sidang dugaan pemerasan dan gratifikasi di Kementan yang menjerat dirinya.
"Saya mohon rekening saya atau rekening istri dibuka. Saya nggak bisa bayar ini, ini sudah mau tinggalkan saya semua. Saya nggak main-main ini," kata SYL dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (5/6/2024).
SYL mengungkapkan tak punya pekerjaan lain lagi. Sehingga SYL selama ini menggantungkan penghasilannya dari gaji sebagai pegawai negeri.
"Saya siap dengan segalanya. Mohon, saya pegawai negeri dari rendahan. Tidak pernah ada saya punya job lain selain ASN," ujar SYL.
Oleh karena itu, SYL meminta Majelis Hakim mempertimbangkan faktor kemanusiaan agar rekeningnya bisa digunakan lagi. SYL ingin menggunakannya untuk membayar kebutuhan hidupnya.
"Mohon dipertimbangkan khusus untuk hidup kami, khusus untuk membayar. Barang kali dapat pertimbangan kemanusiaan saja," ujar SYL.
Sebelumnya, JPU KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan hingga Rp 44,5 miliar. Sejak menjabat Mentan RI pada awal 2020, SYL disebut mengumpulkan Staf Khusus Mentan RI Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dan ajudannya, Panji Harjanto.
Mereka lantas diminta melakukan pengumpulan uang "patungan" dari semua pejabat eselon I di Kementan untuk keperluan SYL. Perkara ini menjerat Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e, atau Pasal 12 Huruf F, atau Pasal 12 huruf B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.