Negara terus mengalami rongrongan berupa pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Masih disusul dengan pemberontakan Batalion 426 pimpinan Amir Fatah di Brebes, Tegal, dan Pekalongan.
Stabilitas politik dan ekonomi makin terganggu ketika pada 17 Oktober 1952 terjadi demo militer di Istana Merdeka menuntut pembubaran parlemen.
Pada Agustus 1953 terbentuk Kabinet Ali-Wongso setelah melalui krisis 58 hari lamanya akibat saling rebutan kursi penting. Situasi makin gawat setelah pemberontakan DI/TII di Aceh pimpinan Daud Beureuh pada 20 September 1953.
Pada 12 Agustus 1955, Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) terbentuk tanpa PNI yang menjadi oposisi. Pada 29 September 1955 terjadi pemilu pertama.
Setelah jatuh, lagi-lagi karena mosi tidak percaya, pada 24 Maret 1956 terbentuk Kabinet Ali II. Situasi makin panas ketika 1 Desember 1956, Wakil Presiden Mohamad Hatta mengundurkan diri.