Rabu 11 May 2016 11:20 WIB

Bung Hatta Menangis Ketika Menjenguk Sukarno yang Sakit Keras

Red: Karta Raharja Ucu
Sukarno dan Mohammad Hatta
Foto:

Menurut Wangsawidjaya, yang waktu itu menjadi sekretaris pribadi Bung Hatta, orang nomor dua di Indonesia ini meletakkan jabatan bukan hanya karena tindakan Bung Karno yang sering menyimpang, terutama karena keadaan pemerintahan dewasa itu (1950-1958).

Saat itu parpol saling menyerang dan bertengkar secara tidak sehat karena condong bersikap sebagai orang partai daripada negarawan. Sedangkan, partai yang berkuasa lebih mementingkan politik dan aspirasi partainya ketimbang kepentingan bangsa dan negara.

Sekalipun sudah tidak lagi sebagai wakil presiden, perhatian Bung Hatta terhadap nusa dan bangsa tetap besar. Ketika pecah pemberontakan PRRI, ia berupaya sekuat tenaga mengusahakan perdamaian antara pusat dan daerah. Indonesia, katanya, tidak boleh pecah, malah harus memperkuat persatuan.

”Empat kali saya berupaya menghalang-halangi (pemberontakan PRRI), tapi tidak berhasil. Saya tegaskan bahwa tindakan itu akan mencapai sebaliknya dari yang dimaksud, akan menghancurkan apa yang telah dibangun dengan usaha sendiri serta menjadikan Sumatra Barat sebagai padang dilajang gajah, dan last but not least memperkuat semangat diktatur di kalangan pemerintahan,” (Solichin Salam: Sukarno–Hatta).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement