Sabtu 08 Jun 2024 05:29 WIB

Bukan Soal Politik, Aturan Ormas Kelola Tambang Sudah Lewat Kajian Akademis

Pemerintah akan carikan partner untuk ormas keagamaan yang mendapat IUP.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Friska Yolandha
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menegaskan, lahirnya aturan tentang badan usaha milik organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang, telah melalui mekanisme semestinya. Ada kajian akademis, diskusi mendalam antar kementerian/lembaga, lalu dibawa ke rapat terbatas (ratas) di istana.

Presiden Joko Widodo memimpin lansung ratas tersebut yang dihadiri para menteri. Ratas menjadi forum pengambilan keputusan dari sebuah isu. Semacam pintu keluar suatu persoalan.

Baca Juga

Alhasil lahirlah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021. Bahlil menegaskan, PP tersebut sudah ditandatangani seluruh kementerian teknis. Lalu lebih lanjut diproses aspek legalitas hukumnya.

"Sudah diverifikasi landasan-landasannya oleh Kemenkumhaam, dan juga mendapat persetujuan dari jaksa agung," kata Bahlil dalam konferensi pers, di kantornya, Jumat (7/6/2024).

Ia menerangkan, apa yang dirumuskan sesuai arahan Presiden. Ada target pemerataan pengelolaan sumber daya alam. Sehingga tidak hanya dikuasai kelompok-kelompok tertentu.

Bahlil mengaku sering mendapat kritik dalam beberapa tahun terakhir. Itu karena Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya dipakai oleh pengusaha nasional apalagi asing. Nah sekarang IUP bisa diberikan kepada ormas keagamaan.

"Kita harapkan hasilnya mengurangi beban dan sekaligus menjalankan program-program keumatan, kemasyarakatan, baik di pendidikan, kesehatan, sosial. Mereka garda terdepan menyelesaikan persoalan saudara-saudara kita, yang maaf belum mampu. Itu yang presiden perintahkan kepada kami," ujar tokoh kelahiran Maluku ini.

Ia memahami, bakal muncul pertanyaan lanjutan yang berkembang. Itu karena ormas keagamaan tidak profesional di bidang pertambangan. Bahlil meluruskan.

Ia mengaku tak hanya berperan sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM. Ia juga mantan pengusaha. Ia merasa memiliki pengetahuan memadai.

"Coba tunjukkan ke saya, di mana perusahaan di republik ini, lahir, tiba-tiba langsung kerja tambang. Freeport saja ada kontraktor, pemegang-pemegang IUP ini, sebagian dikerjakan oleh kontraktor," ujar Bahlil.

Pemerintah, jelas dia, bakal mencarikan partner untuk ormas keagamaan yang mendapat IUP. IUP tidak dapat dipindahtangankan. Aturannya sangat ketat.

Bahlil menjamin pemerintah bakal mencarikan kontraktor profesional yang bekerja sama dengan ormas keagamaan tersebut. Kontraktor yang juga tak memiliki conflict of interest dengan pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) sebelumnya.  PKP2B adalah perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara.

"Jadi tidak ada moral hazard di sini, dan transparan," ujar pejabat berusia 47 tahun itu.

Ia memahami ini menjadi hal baru di tanah air. Ia menerangkan di Eropa, situasi demikian, sudah sering terlihat. Organisasi-organisasi gereja mempunyai konsesi.

Sasaran dari adanya PP tersebut, dalam rangka pemerataan. Ormas keagamaan yang mengelola harus memiliki usaha. Perizinan dikeluarkan lewat verifikasi ketat.

"Contoh NU (Nahdlatul Ulama) yang sudah kita lihat. NU mendapat (IUP), NU membuat badan usaha. Jadi dikelola secara profesional," ujar Bahlil.

Pemerintah akan melakukan penawaran secara merata. Sasarannya untuk semua ormas keagamaan. Tidak hanya terfokus pada satu atau dua pilihan.

Belakangan, sudah terdengar respons yang beredar. Ada pihak-pihak yang menolak. Bahlil tak mempermasalahkan hal itu.

"Ini kita berikan kepada yang mau. Kalau yang menolak, apa boleh buat. Berarti ga membutuhkan," ujar Bahlil.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan, Bisman Bakhtiar, termasuk pihak yang mengkritisi situasi ini. Ia melihat dari berbagai aspek. Menurutnya justru bisa menguntungkan kelompok tertentu.

Dalam hal ini, mitra ormas keagamaan tersebut. Bisman juga menyinggung aspek dampak terhadap lingkungan. Ia menilai saat ini, dunia sudah berada di masa transisi menuju energi terbarukan.

"Masa ormas keagamaan yang mulia itu mau mengelola energi kotor yang oleh dunia internasional akan di tinggalkan," ujar pakar tersebut.

Bahlil menegaskan, aturan telah ditetapkan. Kini pihaknya terus melakukan sosialisasi. Sehingga bisa dipahami oleh semua pihak.

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement