REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PAN Jon Erizal mengaku prihatin dengan rendahnya alokasi anggaran untuk Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Jon menyebut rendahnya alokasi anggaran tidak sebanding dengan tanggung jawab dan kontribusi Kementerian BUMN kepada negara dan masyarakat selama ini.
Pagu anggaran Kementerian BUMN untuk 2025 tercatat hanya sebesar Rp 277,498 miliar atau lebih rendah 16 persen dari pagu anggaran sebelumnya yang mencapai Rp 328 miliar. "Saya prihatin anggaran Kementerian BUMN kecil sekali dibandingkan kementerian lain. Padahal capaiannya luar biasa," ujar Jon di Jakarta, Selasa (11/6/2024).
Jon mencontohkan bagaimana Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir telah mampu memecahkan rekor dividen tertinggi sepanjang sejarah. Dengan segudang transformasi, lanjut Jon, Erick berhasil mencapai dividen sebesar Rp 81 triliun pada tahun lalu dan ditargetkan meningkat menjadi Rp 85 triliun untuk tahun ini.
"Kita sangat apresiasi untuk Kementerian BUMN yang sampai hari ini boleh kita angkat dua jempol karena kita lihat aksi-aksi korporasi yang dilakukan sejak awal terlihat sekali hasilnya, luar biasa," ucap Jon.
Dengan kontribusinya yang terus meningkat setiap tahun, Jon mendorong Kementerian BUMN untuk mengajukan alokasi penambahan anggaran dalam memperkuat fungsinya untuk meningkatkan kinerja BUMN. Jon meyakini dukungan anggaran Kementerian BUMN akan berdampak signifikan terhadap peningkatan dividen BUMN di masa yang akan datang.
"Jadi Kementerian BUMN jangan ragu mengajukan anggaran sepanjang bisa menghasilkan dividen lebih besar untuk negara yang berdampak besar dalam meringankan beban pendapatan negara dari pajak," sambung Jon.
Menurut Jon, pemerintah sudah sepatutnya mendukung penambahan alokasi anggaran untuk Kementerian BUMN. Alternatif lain, sambung Jon, BUMN bisa kembali memanfaatkan dividen untuk pengembangan usaha atau aksi korporasi guna meningkatkan dividen ke depan.
"Semisal dividen sebesar Rp 81 triliun itu sepenuhnya atau sebagian kembali ke BUMN untuk menghasilkan dividen lebih besar lagi. Itu bisa menjadi opsi alternatif dalam mendorong penerimaan negara dalam bentuk dividen ke depan," kata Jon.