REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Viralnya video empat remaja putri yang mengolok-olok korban anak-anak Palestina di sebuah restoran cepat saji membuat miris publik. Terlebih, remaja belasan tahun tersebut sempat membuat lelucon tentang beberapa menu di restoran yang diduga masuk dalam daftar boikot tersebut dengan berbagai kalimat, “Ini tulang anak Palestina,” “Ini darah anak Palestina,” dan “Ini daging anak Palestina”.
Pada saat video tersebut viral, ribuan anak Palestina telah menjadi syuhada. Data dari Kantor Kemanusiaan PBB untuk Palestina, OCHAPT per 10 Juni menyebutkan, ada sebanyak 7.797 anak Palestina atau 32 persen dari 24.686 korban yang sudah teridentifikasi. Sementara itu, OCHA PT mencatat jumlah total warga Gaza yang tewas sebanyak 37.084 orang sejak agresi penjajah Israel pada Oktober 2023.
Kementerian Pendidikan Palestina mengatakan, korban jiwa anak-anak Palestina lebih dari angka tersebut. Menurut kementerian tersebut, sebanyak 15 ribu anak-anak Palestina telah terbunuh sejak dimulainya agresi pendudukan Israel terhadap Jalur Gaza. Sebagian besar dari mereka adalah siswa sekolah dan taman kanak-kanak, selain 64 siswa dari sekolah-sekolah di Tepi Barat, termasuk Yerusalem.
Kementerian melansir hal itu pada peringatan Hari Internasional Anak-Anak Tak Bersalah Korban Agresi yang jatuh pada 4 Juni. Mereka mengatakan pada peringatan itu, yang seharusnya mendapatkan sorotan adalah anak-anak di Gaza karena mereka adalah korban terbesar dari kekerasan agresi pendudukan yang berlangsung sejak 7 Oktober.
Pernyataan yang dilansir kantor berita WAFA tersebut lebih lanjut menunjukkan bahwa pasukan penjajahan Israel (IDF) menghancurkan sekolah-sekolah dan taman kanak-kanak.
Mereka juga secara khusus menargetkan warga sipil yang memiliki anak-anak, membunuh mereka, menelantarkan mereka secara paksa, menangkap mereka, merampas makanan dan layanan kesehatan, dan pelanggaran serius lainnya, yang merupakan kejahatan yang melampaui norma, piagam, dan peraturan terkait hak asasi manusia.
Kementerian menunjukkan bahwa sejak dimulainya agresi di Jalur Gaza, 620 ribu siswa tak bisa bersekolah. Sebanyak 88 ribu mahasiswa juga tak bisa berkuliah. Sementara itu, sebagian besar dari mereka menderita trauma psikologis dan kesehatan yang buruk.