Rabu 12 Jun 2024 09:14 WIB

Ada Narasi Lain dari Perburuan Harun Masiku, Benarkah karena PDIP tak Mau 'Tunduk'?

Hasto diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang menjerat Harun Masiku.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tiba untuk memenuhi panggilan KPK sebagai saksi kasus Harun Masiku, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tiba untuk memenuhi panggilan KPK sebagai saksi kasus Harun Masiku, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perburuan terhadap tersangka kasus suap, Harun Masiku memang gencar dilakukan KPK dalam beberapa waktu terakhir. Munculnya kembali kasus ini ke permukaan pun mengundang spekulasi terkait politisasi, salah satunya terkait PDIP yang bersikap seolah enggan 'tunduk' dan justru kerap mengkritik pemerintah.

Semua itu bergulir ketika Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Harun. Di sisi lain, KPK membantah semua anggapan itu.

Baca Juga

Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy mengendus upaya kriminalisasi terhadap kliennya. Sebab kliennya belakangan ini harus menjalani proses hukum di kepolisian dan KPK. Ronny menyebut indikasinya dapat terlihat dalam dua upaya aparat belakangan ini.

Pertama, kata dia, Hasto harus hadir di Polda Metro Jaya terkait laporan dugaan penghasutan dan berita bohong dalam sesi wawancara dengan stasiun televisi nasional. Namun, selepas itu, muncul pemanggilan baru dari KPK kepada Hasto.

"Menjadi pertanyaan kita semua tim hukum, apakah (pemanggilan-pemanggilan) ini karena bentuk kritik dari Sekjen PDI Perjuangan terhadap pemerintahan yang ada?" kata Ronny dalam diskusi di Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Ronny menyatakan pihaknya mencatat bahwa setiap Hasto bersikap kritis, maka masalah Harun Masiku langsung dimunculkan lewat tangan aparat negara. Ia menjelaskan tensi isu kasus Harus Masiku meninggi ketika konstelasi pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024.

Namun, kata dia, puncak tensi kasus Harun Masiku adalah ketika Hasto mengkritik pencalonan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. Di mana, pencalonan itu melalui Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai sarat akan praktik pelanggaran etik.

“Kalau kita menarik bahwa ke belakang, tahun 2023 itu memang lagi tensi politiknya lagi tinggi. Dimana kita lihat proses dari bulan Juli, Agustus, September, Oktober, puncaknya di Oktober ketika keputusan MK, kemudian ada penerimaan pendaftaran saudara Gibran sebagai cawapres. Di situ tinggi sekali. Isu terkait Harun Masiku di situ tinggi bulan itu,” kata Ronny.

Lalu, tensi kasus Harun Masiku kembali meninggi saat Hasto membela para aktivis dan budayawan yang coba dikriminalisasi karena mengkritik pencalonan Gibran. Bahkan, ketika Hasto mengungkapkan adanya upaya memobilisasi aparat desa dan penggunaan bansos untuk pemenangan salah satu calon presiden-wakil presiden, kasus Harun Masiku muncul kembali.

“Dan juga pun di bulan November ketika kritik dari Sekjen PDI Perjuangan yang menyampaikan adanya kriminalisasi terhadap para aktivis, budayawan, dan dari media. Itu di situ juga cukup tinggi,” ujar Ronny.

“Kemudian di akhir tahun yang kita bicara tentang mobilisasi aparat, kemudian adanya pengerahan aparat desa, kemudian terkait dengan politisasi bansos, isu tersebut tinggi juga. Isu Harun Masiku di situ juga tinggi,” lanjut Ronny.

Kemudian tensi kasus Harun Masiku sempat mereda selepas pilpres pada Februari 2024. Namun, tensi itu kembali naik ketika memasuki bulan Maret-April 2024. “Nah, ini yang menjadi pertanyaan kami tim hukum. Padahal kan perkara ini kan sudah lama, 4 tahun,” lanjut Ronny.

Bantahan KPK. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.

photo
Harun Masiku hingga kini masih buron. - (Republika)

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement