REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengatakan, perlunya pendekatan secara hati-hati dan pertimbangan matang sebelum ormas keagamaan masuk ke sektor pengelolaan tambang batu bara pascarevisi PP no 25 Tahun 2024.
“Saya menggaris bawahi kata kehati-hatian karena pengelolaan tambang ini merupakan hal yang kompleks serta mengandung risiko yang tidak kecil," kata Eddy, dalam siaran pers, Kamis (13/6/2024).
Prinsip kehati-hatian ini, menurut Eddy, berlaku secara komprehensif, baik bagi pemerintah maupun ormas keagaaman. “Kehati-hatian ini berlaku untuk kedua belah pihak, baik bagi Ormas Keagamaan yang hendak masuk ke sektor pengelolaan tambang, maupun Kementrian ESDM ketika akan menerbitkan IUPK yang dimaksud," ungkap Sekjen DPP PAN ini.
Menurut Eddy, selain wajib memiliki kompetensi teknis di bidang pertambangan, ormas keagamaan juga perlu mengkaji aspek pengelolaan lingkungan selama dan pascaoperasi penambangan. Termasuk kebutuhan finansial yang cukup besar tentu perlu diperhitungkan secara matang.
“Risiko fluktuasi harga komoditas yang naik-turun, suku bunga perbankan, nilai tukar rupiah, bahkan persepsi publik tentang keterlibatan ormas keagamaan di industri fosil yang berlawanan dengan spirit untuk mengembangkan energi hijau perlu menjadi pertimbangan sebelum masuk ke industri pertambangan” papar Eddy.
Sebagai Pimpinan di Komisi VII DPR maupun sebagai Sekjen PAN, Eddy berkomitmen menjaga marwah dan reputasi ormas keagamaan. Hal ini karena di dalamnya terdapat tokoh-tokoh agama, pendidik dan pemuka masyarakat yang menjadi panutan warga.
"Kami merasa terpanggil untuk mengawasi agar ormas keagamaan tidak justru terjerumus dalam sektor usaha yang relatif baru bagi mereka. Bagaimanapun selama ini tokoh-tokoh ormas keagamaan dipandang publik memiliki moral dan rasionalitas yang tidak tercela. Ini yang akan kami jaga dengan pengawasan yang baik," ungkap anggota DPR RI Dapil Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur ini.
Eddy menegaskan, Salah satu poin penting yang akan diawasi adalah memastikan ormas keagamaan tidak menjadi kendaraan tumpangan pelaku usaha tambang. Terutama perusahaan yang akan memperbesar operasi dan produksi pertambangan saat mereka bekerja sama dengan ormas keagamaan.