REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah kondominium mewah yang baru dibangun di Tokyo bagian barat, Jepang, akan dirobohkan karena menghalangi pemandangan Gunung Fuji bagi penduduk setempat. Pengembang Sekisui House memutuskan untuk merobohkan gedung 10 lantai tersebut setelah mendapat protes dari penduduk sekitar.
Grande Maison Kunitachi Fujimi Dori yang terdiri atas 18 unit rumah terletak di jalan Fujimi yang berarti pemandangan Gunung Fuji. Unit yang dijual sekitar 70 juta hingga 100 juta yen (Rp 7,2 miliar hingga Rp 10 miliar) tersebut seharusnya akan diserahkan kepada pembeli bulan depan, namun pengembang memilih untuk merobohkannya.
Sekisui House mengeluarkan permintaan maaf dengan mengatakan bahwa bangunan tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap lanskap. "Kami menyimpulkan bahwa pemandangan dari Fujimi Street harus diprioritaskan. Kami secara sukarela memutuskan untuk membatalkan proyek ini," kata perusahaan tersebut dalam sebuah pernyataan di situs webnya, dilansir Time, Rabu (19/6/2024).
Perusahaan akan memberikan kompensasi kepada para pembeli dan membantu mengatur perumahan lain untuk mereka jika diperlukan, kata seorang juru bicara kepada Bloomberg News. Kerugian finansial dari bangunan yang akan segera dihancurkan itu tidak diungkapkan.
Pemandangan Gunung Fuji adalah nilai jual real estat di Jepang. Fujimi adalah istilah umum yang dapat digunakan untuk melabeli apa saja, mulai dari jalan, blok apartemen, hingga seluruh kota, yang biasanya mengiklankan pemandangan landmark. Kunitachi terpilih dalam panduan pemerintah untuk 100 tempat terbaik untuk melihat Fuji di wilayah ini.
Bangunan itu menghalangi pemandangan gunung dari stasiun kereta api setempat, menurut sebuah artikel yang ditulis Kan Takeuchi, seorang profesor di Hitotsubashi University yang terletak di Kunitachi.
Menurut laporan NHK World, pembangunan kondominium dimulai pada Januari lalu setelah Kota Kunitachi menyetujui rencana tersebut pada November 2022. Namun, penduduk setempat menyuarakan keprihatinan mereka.
Pemerintah kota setempat berkonsultasi dengan dewan ahli berdasarkan peraturan pembangunan kota dan menyerahkan instruksi kepada Sekisui House, meminta mereka untuk memberikan penjelasan rinci kepada penduduk setempat dan melakukan upaya untuk mengurangi "volume bangunan". Sebagai tanggapan, perusahaan memutuskan untuk mengubah ketinggian kondominium dari 11 lantai menjadi 10 lantai. Namun, perusahaan menolak seruan untuk mengurangi ukurannya lebih lanjut.
Warga kemudian mengajukan petisi ke dewan kota dan mendesak langkah-langkah serius untuk meninjau ulang proyek tersebut. Hingga akhirnya pada Senin, 3 Juni 2024, Sekisui House selaku pengembang memutuskan untuk merobohkan kondominium itu.
Keputusan pengembang ini rupanya disesalkan oleh dewan kota, yang menilai bahwa upaya perobohan gedung dikhawatirkan menimbulkan masalah baru. Majelis kota Kunitachi pada Senin menuntut agar pihak Sekisui House menjelaskan kepada penduduk setempat mengapa mereka memutuskan untuk menghancurkan kondominium tersebut.
Wali Kota Nagami Kazuo mengatakan, pemerintah kota setempat telah mengirimkan permintaan tersebut kepada pihak pengembang. "Saya merasa pendekatan Sekisui House sangat disesalkan. Kami mengeluarkan panduan berdasarkan kekhawatiran dan kecemasan penduduk setempat ketika perusahaan merencanakan pembangunan. Sekarang, masyarakat setempat harus menghadapi masalah pembongkaran. Pasti akan ada konsekuensi dari hal ini,” kata Nagami.
Gunung Fuji telah menjadi bagian penting dari budaya dan identitas Jepang selama berabad-abad. Penting untuk melindunginya dari kerusakan lingkungan dan pembangunan yang tidak terkendali.
Pemberitaan tentang pembongkaran gedung ini telah menarik perhatian luas di Jepang dan di seluruh dunia. Banyak orang yang memuji keputusan Sekisui House Ltd untuk merobohkan gedung tersebut, sementara yang lain mempertanyakan biaya dan implikasi hukum dari tindakan tersebut.
Kasus ini kemungkinan akan menjadi preseden penting untuk kasus serupa pada masa depan, dan dapat mendorong perubahan dalam peraturan dan kebijakan pembangunan di Jepang. Pembangunan dan pembongkaran kondominium ini memiliki dampak sosial dan ekonomi yang signifikan.
Pembangunannya telah menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan nilai properti di daerah tersebut. Namun, pembongkarannya juga akan menyebabkan hilangnya pekerjaan dan penurunan nilai properti bagi pemilik apartemen di gedung tersebut.
Kasus ini juga dapat berdampak pada reputasi Sekisui House Ltd sebagai pengembang terkemuka di Jepang. Perusahaan ini mungkin menghadapi kesulitan dalam menarik pembeli untuk proyek pengembangan pada masa depan.
Penting untuk mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial dari proyek pembangunan sebelum dimulai. Pengembang harus berkonsultasi dengan masyarakat setempat dan mempertimbangkan kekhawatiran mereka sebelum membangun proyek.
Pemerintah harus memiliki peraturan dan kebijakan yang jelas untuk melindungi keindahan alam dan hak publik. Kasus ini juga menunjukkan bahwa penting untuk menemukan keseimbangan antara hak individu dan hak publik. Dalam kasus ini, Sekisui House Ltd pada akhirnya memutuskan untuk merobohkan gedung tersebut demi kepentingan publik yang lebih luas.