REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Gunung Fuji, ikon Jepang yang biasanya berselimut salju, untuk pertama kalinya dalam 130 tahun tampak tidak bersalju hingga akhir Oktober. Biasanya, salju mulai turun di puncak Gunung Fuji pada pekan pertama Oktober. Pada tahun lalu misalnya, salju pertama kali terlihat di puncak gunung tersebut mulai 5 Oktober2023.
Forecaster di Kantor Meteorologi Lokal Kofu, Yukata Katsuta, mengatakan cuaca yang hangat telah menghambat turunnya salju di gunung tertinggi Jepang ini. Tahun ini mencetak rekor baru sebagai tanggal terlama Gunung Fuji tetap gundul sejak data komparatif pertama kali dicatat pada tahun 1894. Ini mengalahkan rekor sebelumnya dari 1955 dan 2016, ketika hujan salju pertama kali diamati pada 26 Oktober.
Katsuka menjelaskan suhu musim panas tahun ini sangat tinggi dan bertahan hingga September, sehingga menghambat masuknya udara dingin yang biasanya membawa salju. Ia juga menyebut perubahan iklim dapat memengaruhi waktu pembentukan salju.
“Faktanya, musim panas tahun 2024 merupakan rekor terpanas bersama untuk Jepang, menyamai suhu ekstrem yang terlihat pada tahun 2023,” kata Katsuka seperti dilansir Earth, Jumat (1/10/2024).
Para ilmuwan saat ini sedang meneliti mengapa Gunung Fuji mengalami penundaan turunnya salju. Mereka mengamati kondisi iklim lokal dan global, perubahan suhu, dan data iklim historis untuk memahami bagaimana perubahan iklim memengaruhi gunung tersebut.
Teknologi cuaca yang semakin canggih memungkinkan para ahli memprediksi pola turunnya salju di masa mendatang. Penelitian ini dapat membantu masyarakat setempat beradaptasi dengan perubahan di Gunung Fuji, sekaligus meningkatkan pemahaman kita tentang iklim pegunungan secara global.
Sementara itu, ketiadaan salju yang tidak biasa di Gunung Fuji menimbulkan masalah lingkungan yang signifikan. Tidak turunnya salju pada awal musim tidak hanya menjadi anomali bagi puncak gunung yang paling dihormati di Jepang, tetapi juga menjadi indikator nyata perubahan iklim yang lebih luas yang memengaruhi planet Bumi.
Pergeseran pola musiman seperti itu dapat berdampak jangka panjang pada ekosistem lokal, memengaruhi flora dan fauna yang beradaptasi dengan suhu yang lebih dingin. Selain itu, salju yang mencair juga berkontribusi pada sumber air tawar bagi daerah sekitarnya. Penundaan akumulasi salju ini dapat mengakibatkan masalah kelangkaan air selama musim-musim berikutnya.
Sementara itu, Gunung Fuji dan saljunya memiliki makna budaya yang mendalam, yang terjalin erat dalam budaya Jepang. Gunung ini berfungsi sebagai simbol keindahan alam dan hubungan spiritual yang meresap dalam literatur, cerita rakyat, dan seni. Wajah gunung yang tertutup salju lebih dari sekadar pemandangan yang indah, namun juga terkait dengan perjalanan spiritual dan tradisi masyarakat Jepang.