REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Alquran surat Ar-Rum 30:30 menginformasikan bahwa manusia diciptakan Allah SWT dengan fitrah Allah SWT, yang tidak dapat diubah.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Fitrah tersebut dipahami oleh banyak ulama tafsir, sebagai naluri keagamaan yang benar/ keyakinan akan keesaan Allah SWT, sebagaimana diisyaratan pula oleh (QS Al A'raf 7:172.)
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)."
Hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menyatakan bahwa Nabi SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُشَرِّكَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah; kedua orang tuanyalah yang menjadikannya penganut agama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.''
Hadits ini sejalan maknanya dengan kandungan ayat-ayat di atas, sehingga tidak pelak lagi, jiwa manusia dibekali oleh naluri Ketuhanan Yang Maha Esa sejak kelahiranya.
Hanya saja naluri ini dapat tertutupi atau tertekan untuk sementara waktu oleh naluri-naluri lain, sehingga ketika itu ia tidak muncul ke permukaan, walaupun ia tetap ada dalam jiwa setiap insan.
Memang, naluri dan kebutuhan manusia beragam dan bertingkat dari segi kebutuhan dan masa pemenuhannya. Bandingkanlah kebutuhan akan udara segar, air, makanan dan seks.
Kesemuanya merupakan kebutuhan manusia, tetapi kebutuhannya kepada air dapat ditangguhkan lebih lama dibaning dengan udara, sedang kebutuhannya akan pernah makanan lebih lama dapat ditangguhkan dibanding dengan kebutuhan kepada air, demikian seterusnya.
Kebutuhan beragama dan naluri Ketuhanan Yang Maha Esa itulah, yang paling lama dapat ditangguhkan manusia, yakni sampai dengan beberapa saat sebelum ruh meninggalkan jasad. Firaun yang mengaku Tuhanpun, beberapa saat sebelum wafatnya menyadari Keesaan itu. Baca QS Yunus 10: 90-91.
Walaupun secara naluriah manusia mempercayai Keesaan Allah, namun untuk memunculkannya ke permukaan dan secara aktual, dibutuhkan upaya penyuciaan jiwa, karena dalam saat yang sama Allah menganugerahkan manusia potensi positif dan negatif, sebagaimana firman-Nya dalam QS As Syams 91:8-9-10.
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
''Maka Allah mengilhami jiwa manusia kefasikan dan ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah yang menyucikan jiwanya dan sesungguhnya merugilah yang mengotorinya.''
Memperhadapkan ayat..