REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL—Kelompok Hizbullah Lebanon pada Selasa (18/6/2024) malam mengumumkan bahwa mereka menyerang dua posisi militer di Israel utara sebagai balasan atas serangan Israel di Lebanon selatan.
Dalam sebuah pernyataan di akun Telegram mereka, kelompok itu mengatakan para pejuangnya menargetkan pabrik bernama Balasan untuk industri militer di tempat pemukiman Sasa Israel dengan rudal Falaq.
Mereka juga melaporkan bahwa markas komando batalion Sehl di barak Beit Hillel diserang dengan roket Katyusha.
Hizbullah mengatakan serangan itu dilakukan sebagai balasan atas serangan berulang Israel ke wilayah al-Barghalia di utara Tirus.
Kantor berita pemerintah Lebanon NNA melaporkan bahwa pada Selasa, pesawat tempur Israel menyerang al-Barghalia sebanyak tiga kali, dengan menargetkan sebuah kendaraan dan melukai delapan orang.
Televisi Al-Mayadeen yang berbasis di Lebanon, yang dikenal karena hubungan dekatnya dengan Hizbullah, melaporkan bahwa satu orang tewas dalam serangan itu.
Ketegangan kian meningkat di sepanjang perbatasan Lebanon dengan Israel di tengah serangan lintas batas antara Hizbullah dan pasukan Israel saat Tel Aviv terus melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza.
Sementara itu, Amerika Serikat menyuarakan kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan antara Israel dan gerakan Hizbullah Lebanon.
Juru Bicara Petagon Mayor Jenderal Pat Ryder mengatakan jika mengenai situasi di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon, fokus Amerika Serikat adalah terus bekerja sama dengan mitranya, termasuk Israel, untuk mendorong penyelesaian konflik secara diplomatik.
"Jadi saya tidak akan berspekulasi tentang apa yang mungkin terjadi selain mengatakan bahwa tidak seorang pun ingin melihat perang regional meluas," kata Ryder.
Pernyataan Ryder disampaikan setelah militer Israel mengatakan telah menyetujui rencana untuk melakukan serangan di Lebanon, seiring ketegangan yang terus meningkat dengan Hizbullah.
Secara terpisah, Juru Bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan bahwa utusan Amerika Serikat Amos Hochstein saat ini berada di Lebanon.
"Pembahasan yang sedang dilakukannya penting, dan bagian dari pembahasan tersebut, tentu saja, adalah memulihkan ketenangan di sepanjang Garis Biru (yang memisahkan Lebanon dan Israel), yang tetap menjadi prioritas utama bagi Amerika Serikat dan harus menjadi hal yang paling penting bagi Lebanon dan Israel," kata Jean-Pierre.
Dia menegaskan Amerika Serikat akan terus bekerja keras untuk mencapai resolusi diplomatik yang akan memungkinkan warga negara Israel dan Lebanon untuk kembali ke rumah mereka dan hidup damai serta aman.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan bahwa salah satu tujuan Amerika Serikat sejak pecahnya perang antara Israel dan kelompok Hamas Palestina pada 7 Oktober tahun lalu adalah mencegah konflik meluas, termasuk di wilayah utara.
Blinken menekankan bahwa tidak seorang pun menginginkan eskalasi dan melihat konflik meluas. "Saya tidak percaya Israel menginginkannya. Saya tidak percaya Hizbullah menginginkannya. Lebanon tentu saja tidak menginginkannya karena akan paling menderita. Saya tidak percaya Iran menginginkannya," kata dia.
Ketegangan meningkat di sepanjang perbatasan Lebanon dengan Israel, di tengah serangan lintas batas antara Hizbullah dan pasukan Israel.
Pada saat yang sama, Israel terus melanjutkan serangan di Jalur Gaza, yang telah menewaskan sedikitnya 37.300 korban dalam delapan bulan terakhir.