REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Seorang pakar senior Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dalam konflik Israel-Palestina yang skeptis terhadap penanganan Presiden Joe Biden terhadap perang Israel di Jalur akhirnya mengundurkan diri, menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada hari Jumat (21/6/2024), lapor Anadolu Agency.
Andrew Miller, Wakil Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk urusan Israel-Palestina, adalah seorang pengkritik keras menyikapi pendekatan "pelukan beruang" Presiden Joe Biden terhadap Israel selama perang, dan digambarkan oleh orang-orang yang mengenalnya sebagai pendukung setia hak-hak dan kenegaraan Palestina, sebagaimana dilaporkan surat kabar Washington Post.
Miller mengatakan kepada rekan-rekannya bahwa dia meninggalkan jabatannya karena dia jarang bisa bertemu keluarga selama perang delapan bulan Israel, dan jika bukan karena mereka, dia lebih memilih untuk tetap bekerja untuk "memperjuangkan apa yang dia yakini", lapor Post.
Pengunduran dirinya terjadi setelah setidaknya delapan pejabat pemerintahan Biden lainnya yang keluar sebagai bentuk protes atas perang di Gaza, dan Presiden Biden sampai saat ini menolak untuk memutuskan hubungan dengan pemerintah Israel.
Namun, pengunduran diri Miller menjadi penting karena menandai kepergian pejabat paling senior yang berperan dalam pembuatan kebijakan Israel-Palestina.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tidak segera menanggapi permintaan untuk memberikan komentar, namun juru bicara Matthew Miller mengkonfirmasi kepergian Andrew Miller dalam sebuah pernyataan kepada Washington Post, dengan mengatakan, "Andrew membawa pengalaman yang mendalam dan perspektif yang tajam setiap hari."
"Semua orang di sini turut berduka atas kepergiannya, namun kami mendoakan yang terbaik untuknya dalam usaha-usaha selanjutnya," tambahnya.
Seorang pejabat Amerika Serikat mengatakan bahwa Miller mendorong Amerika Serikat untuk menggunakan pengaruhnya terhadap pemerintah Israel, termasuk dukungan militer, ekonomi, politik, dan diplomatik yang substansial yang diberikannya kepada Tel Aviv, secara lebih efektif.
"Dia tentu saja berada di sisi yang lebih progresif di antara para pejabat pemerintahan dalam hal kawasan ini, termasuk di Israel-Palestina, namun dia juga tidak pernah menjadi tipe 'bakar semuanya dan lupakan pragmatisme'," ujar pejabat tersebut.
"Dia selalu menganjurkan agar Amerika Serikat mendukung hak-hak dan kenegaraan Palestina, tetapi advokasinya selama di pemerintahan umumnya tenang dan terukur."