REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan Kementerian Kesehatan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meneliti lebih lanjut manfaat tanaman kratom. Pasalnya tanaman itu disebut memiliki kandungan narkotika.
“Presiden menekankan yang perlu dioptimalisasi adalah asas manfaat kratom itu,” kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi tentang legalisasi kratom di Istana Kepresidenan, Jakarta, pekan lalu.
Dalam ratas tersebut, ujar Moeldoko, dibahas temuan Kementerian Kesehatan bahwa kratom tidak termasuk kategori narkotika yang berbahaya dan dapat dimanfaatkan antara lain untuk pereda nyeri. Namun, pemerintah masih menunggu hasil riset lanjutan dari BRIN yang ditargetkan selesai pada Agustus mendatang.
Sebenarnya, apa itu tanaman kratom? Kratom memiliki nama lain Mitragyna speciosa merupakan tanaman asal Asia Tenggara yang termasuk ke dalam genus Mitragyna dan memiliki sejarah panjang dalam pemanfaatan tradisional. Kratom adalah tanaman asli Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Papua Nugini dan dikonsumsi untuk menimbulkan berbagai efek mental dan fisik seperti sedasi dan kepala pusing. Tanaman kratom dapat dikonsumsi dalam bentuk daun yang sudah dihancurkan, teh, kapsul, atau bubuk.
Beberapa abad yang lalu, tanaman kratom banyak digunakan untuk menangani diare, nyeri, serta mendetoksifikasi tubuh dan mengurangi rasa lelah. Namun sekarang, dilansir laman Forbes Health, survei menunjukkan bahwa pengguna kratom mengonsumsi tanaman ini sebagai pengobatan tanpa resep dokter untuk mengatasi nyeri, gangguan opioid, depresi, dan kecemasan, meskipun penggunaan ini atau penggunaan lainnya tidak disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).
Saat ini, tanaman kratom legal di Amerika Serikat meskipun masih ada beberapa negara bagian lainnya yang menunggu langkah-langkah legislatif terkait penjualan kratom. FDA juga telah mengeluarkan peringatan untuk tidak mengonsumsi kratom karena khawatir dengan efek tanaman tersebut yang dapat membuat penggunanya berisiko kecanduan, penyalahgunaan, dan ketergantungan. Dua senyawa aktif utama Kratom adalah mitragynine dan 7-hydroxymitragynine, yang berikatan dengan reseptor opioid tubuh dan menghasilkan efek mirip morfin. Pengguna tanaman kratom biasanya sedasi, euforia, menurunkan pernapasan dan beberapa gejala lainnya.
“Kami juga melihat beberapa kebingungan psikiatris dengan penggunaan kratom,” kata psikiater bersertifikat dan kepala petugas medis di Mountainside Treatment Center di Connecticut, Randall Dwenger.
Menurut Direktur Klinis Harmony Place (pusat pengobatan dan pemulihan kecanduan di Woodland Hills, California), David Cohen, efek tanaman kratom pada tubuh juga bergantung pada cara mengonsumsinya. “Jika Anda meminumnya, Kratom dapat memperlambat jantung dan mempengaruhi sistem saraf pusat serta dapat merusak ginjal maupun hati,” ujarnya.
Risiko utama dari tanaman kratom adalah tingginya kemungkinan untuk kecanduan. Kratom juga dinilai memiliki efek samping seperti halusinasi dan delusi, berkeringat, mulut kering, meningkatkan detak jantung, gatal-gatal dan lain sebagainya. Daripada beralih ke obat-obatan berisiko dengan status hukum dan regulasi yang meragukan, para ahli mendesak orang-orang yang membutuhkan pereda nyeri, kecemasan, atau kondisi lain untuk mencari pengobatan atau jalan keluar alternatif lain.